Diriwayatkan ada seorang laki-laki dari kaum Bani Israil yang berjalan keluar untuk mencari ilmu. Lalu sampailah si rajul itu kepada Nabi Israil ‘alaihis salam, kemudian memanggil Nabi kepada rajul, dan si rajul menghampirinya.
Nabi ‘alahis salam berkata: “Hai Anak muda, sebenar-benarnya aku akan menggurui kamu dengan tiga perkara. Perkara ini adalah ilmunya orang-orang yang dahulu dan ilmunya orang-orang yang akhir. Maksudnya mencukupi bagimu tiga perkara tersebut.
Yang pertama harus takut kamu kepada Allah ketika waktu samar dan waktu dhahir. Artinya ketika tingkah samar dari orang-orang (tidak terlihat orang lain) dan dalam keadaan terlihat oleh orang lain.
Yang kedua adalah kamu harus mengekang lisan dari menyakiti makhluk, jangan berkata kamu kepada makhluk kecuali dengan kebaikan. Seperti peribahasa para pujangga arab, siapa saja orang yang memarahi orang lain maka tentu orang-orang akan memarahi kembali dengan yang lebih kasar.
Dan yang ketiganya adalah kamu harus melihat roti yang dimakan olehmu, sehingga terbukti roti yang dimakan itu dari jalan yang halal. Ketika terbukti roti itu halal, maka makanlah roti tersebut. Dan ketika terbukti roti itu tidak halal, maka jangan dimakan roti tersebut.”
Akhirnya, anak muda itu tidak mau keluar ke negara lain dalam mencari ilmu.
Kita harus membiasakan diri atau istiqamah untuk takut kepada Allah, baik itu ketika tidak ada orang lain atau sedang dalam keadaan ramai (banyak orang lain). Karena kita harus meyakini bahwa segala tindakan dan perbuatan kita itu Allah mengetahuinya.
Kemudian kita juga harus menjaga lisan kita, jangan sampai perkataan yang keluar itu hal-hal yang tidak bermanfaat. Termasuk juga kita jangan menyakiti orang lain dengan cara memarahinya, karena hal ini hal yang tidak baik. Sebaiknya perkataan yang keluar dari lisan kita adalah hal-hal yang bermanfaat dan membawa kebaikan.
Ketika kita makan, seharusnya kita terlebih dahulu meyakini apakah yang kita makan itu adalah barang halal atau haram. Ketika terbukti halal, maka boleh dimakan, dan sebaliknya kalau haram maka tidak boleh dimakan.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar