Suami diperbolehkan masuk ke dalam rumah salah seorang istrinya pada malam hari dalam giliran istri yang lain, karena keadaan darurat, bukan karena alasan lainnya, misalnya istri yang ditengoknya itu sedang sakit keras, sekalipun hanya menurut dugaan si suami sendiri.
Boleh pula seorang suami masuk ke dalam rumahnya di siang hari karena ada keperluan, seperti meletakkan barang atau mengambilnya, menjenguk yang sakit, menyerahkan uang belanja, dan menyampaikan suatu berita, tetapi tidak boleh lama-lama tinggalnya menurut ukuran tradisi, dan hanya seperlunya.
Apabila ternyata seorang suami tinggal terlalu lama dari seperlunya, berarti dia berbuat durhaka karena sikapnya yang kelewat batas itu. Dia wajib mengqadha (membayar)nya terhadap istri yang sedang digilirnya sesuai dengan waktu yang ia habiskan di dalam rumah istri lain yang dimasukinya itu. Demikian pendapat dalam kitab Muhadz-dzab dan yang lainnya.
Yang tersimpul dari pendapat kitab Al Minhaj dan kitab Ar Raudhah serta matan dari masing-masing, terdapat perbedaan dalam masalah bila si suami masuk ke dalam rumah istri lainnya di siang hari karena ada keperluan, sekalipun menghabiskan waktu yang cukup lama. Dalam keadaan demikian si suami tidak wajib melakukan pemerataan dalam ber-iqamah (tinggal) di waktu yang bukan pokok, yaitu di siang hari. Yakni si suami tidak wajib membayarnya sesuai dengan kadar waktu yang ia habiska, mengingat siang hari adalah waktu kesibukan, yang adakalanya dia mempunyai kesibukan banyak dan adakalanya pula sedikit kesibukannya (yakni tidak tetap).
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani