Dimana-mana jadi sakit ketika orang-orang tidak menghadap kita, atau menghadap kepada kita tetapi dengan celaan (mencela). Maka kita harus cepat-cepat kembali, intinya harus ingat bahwa sebenar-benarnya Allah swt itu tahu mengenai kita.
Di bawah ini akan dijelaskan sikap kita yang seharusnya ketika mendapatkan ujian dari Allah swt.
Apabila orang lain mencela kita atau orang lain tidak menghadap (menghargai) kita, maka sebenarnya itu adalah keuntungan bagi kita, yaitu kita harus kembali kepada Allah swt. Maksudnya adalah kita harus ingat bahwa Allah itu tahu segala kejadian yang menimpa kita, serta kita harus mengoreksi terhadap kejadian tersebut.
Kalau kita ternyata melakukan kesalahan, maka kita harus memperbanyak taubat, serta harus merasa sedih takut dibenci oleh Allah.
Dan kalau kita ada di dalam kebenaran, maka kita tidak perlu prihatin. Kita harus ingat bahwa segala kejadian yang menimpa kita Allah lah yang menghendaki (membuat kejadian itu terjadi), dan semuanya atas pilihan Allah. Sedangkan tidak ada pilihan yang lebih baik daripada pilihan Allah.
Kemudian kita harus banyak mendekatkan diri kepada Allah, sebab kadang-kadang Allah menjadikan orang-orang menyakiti kita adalah supaya kita tidak ta’aluq ke manusia (orang-orang), tetapi hanya kepada Allah saja.
Dan juga kalau dicela atau dijelek-jelekan oleh orang lain, kalau keadaannya bagus di hadapan Allah maka akan tetap bagus, walaupun oleh semua orang di jelek-jelekan. Begitu juga sebaliknya walaupun menurut orang lain bagus, tetapi hakikatnya buruk menurut Allah, tetap akan buruk.
Oleh karena itu kita semua harus memperhatikan agar diridhai oleh Allah swt. Sehingga tidak merasa bahagia kecuali kalau diridhai oleh Allah, dan tidak bersedih kecuali kalau dibenci oleh-Nya. Selain itu pujian dan celaan dari manusia tidak perlu diperhatikan.
Contohnya adalah para Nabi dan Wali yang tidak selamat atau tidak lepas dari celaan, tetapi karena mereka bagus di hadapan Allah tetap saja bagus.
Kewajiban kita adalah harus membuat kebenaran (keberesan) di hadapan Allah, kalau sudah beres/benar maka itu jadi kecukupan buat kita.
Dan kalau kita putus asa serta tidak ingat kepada Allah, maka dengan keputus asaan itu berarti kita mendapatkan musibah. Dan musibahnya itu lebih besar di hadapan Allah daripada diberi oleh manusia.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah kedua ratus dua puluh empat)