Riya’ yang tercela adalah seseorang yang mengerjakan suatu amal perbuatan dengan tujuan tidak untuk mencari keridhaan Allah, melainkan semata-mata hanya untuk mendapat pujian dan sanjungan dari manusia.
Menurut Imam Ghazali, “Jika tujuan utama hanyalah untuk keduaniawian semata, maka tidak akan mendapat pahala, tetapi jika tujuan utamanya untuk akhirat maka ia akan mendapat pahala. Dan jika tujuan antara keduanya duniawi dan akhirat itu sama, maka tidak akan mendapat pahala.”
Menurut Ibnu Abdus Salam, “Orang tersebut di atas tidak akan mendapatkan pahala sama sekali.” Imam Zarka juga cenderung mentarjih pendapat yang terakhir, karena banyak hadis yang telah menerangkannya, diantaranya adalah:
barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang menyekutukan Aku, maka Aku telah lepas daripadanya. Perbuatan itu untuk orang yang dipersekutukan kepada-Ku.
Sesungguhnya jika seseorang melakukan suatu amal ibadah secara ikhlas, kemudian setelah itu ada tujuan untuk berbuat riya’, maka tidak mempengaruhi amal perbuatan tersebut. karena amal perbuatannya sudah selesai atas dasar ikhlas. Tapi jika seseorang berupaya untuk menampakkan dan membicarakannya dengan maksud riya’ maka dapat berbahaya. Dalam sebagian besar hadis diterangkan, bahwa hal itu dapat memusnahkan pahalanya, tapi menurut qiyasnya dia diberi pahala atas perbuatannya yang ikhlas dan akan diberi pahala atas perbuatannya yang ikhlas dan akan disiksa lantaran sikap riya’nya terhadap perbuatan yang telah dikerjakannya, meskipun sudah selesai.