Menurut keterangan dari para ulama bahwa tidak ada peribahasa mengembara untuk orang yang memiliki keutamaan, dan tidak ada peribahasa pribumi bagi orang yang bodoh.
Orang yang disifati ilmu dan amal, maka itu terbukti dia dimulyakan dan diagungkan oleh sesama manusia dimana pun tempatnya. Maka nantinya tiap-tiap kampung yang didiaminya (ditinggalinya) akan jadi kampung sendiri, sebab penuh dengan ketenangan walaupun dia mengembara di kampung tersebut (pendatang).
Sedangkan orang bodoh itu sebaliknya, artinya walaupun berada di kampung sendiri tetapi seolah-olah sedang mengembara (seolah-olah berada di kampung orang lain). Sebab tidak ada ketenangan dan penuh atau sering diledek orang lain.
Kita semua harus menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, karena fungsi manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah. Kita harus menjadi orang berilmu, atau dengan kata lain yang memiliki ilmu agama yang baik, disertai dengan sering melakukan amal kebaikan yang dilakukan secara ikhlas dan hanya mengharapkan keridhaan Allah swt.
Banyak sekali contohnya orang-orang yang berilmu dan sering melakukan amal shalih dihargai oleh orang lain, mereka berwibawa, setiap ucapan dan perbuatannya memiliki pengaruh besar terhadap orang lain atau lingkungan sekitarnya. Misalkan para wali, ulama, dan orang shalih, mereka itu jangankan ketika hidup, ketika sudah mati saja mereka sering didatangi (diziarahi) oleh orang lain. Hal ini membuktikan bahwa amal kebaikan yang dilakukan selama hidup dan seberapa berilmunya dia, akan berpengaruh ketika dia sudah meninggal.
Tetapi sebaliknya bagi orang-orang yang tidak berilmu (bodoh) dan sering melakukan maksiyat, dimanapun dia berada dan tinggal, orang lain yang berada di dekat dia akan merasa tidak betah, dia akan membawa pengaruh buruk bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini menjadikan dia tidak betah tinggal dimana saja, karena merasa dirinya tidak dihargai orang lain.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar