Menurut Sayyidina ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, “Aku sudah melihat kepada semua yang mencintai (semua sahabat), maka beliau tidak menemukan sahabat yang lebih utama daripada yang menjaga lidah. Dan antara oarng-orang yang diam/membisu, tidak bicara, karena bermaksud menjaga lidah dari berkata bohong dan membicarakan orang lain. Dan antara orang yang diam/membisu karena menutupi sifat hebat (segannya kepada orang itu).
Mengapa Kita Harus Bersikap Wara’
Aku sudah melihat semua pakaian, maka aku tidak melihat pakaian yang lebih utama daripada wara’.”
Menurut Syeikh Ibrahim bin Adham, wara’ itu yaitu meninggalkan perkara syubhat. Sedangkan meninggalkan perkara yang tidak ada manfaatnya, maka itu meninggalkan perkara yang berlebihan.
Rasulullah saw bersabda, “Kamu harus jadi orang yang wara’ (apik/hati-hati), maka tentu saja kamu akan menjadi orang yang paling banyak ibadah daripda orang-orang.”
Mengapa Harus Memiliki Sifat Qana’ah
Kemudian Sayyidina ‘Umar berkata lagi, “Aku sudah melihat ke semua harta, maka aku tidak melihat harta yang lebih utama daripada qana’ah”
Qana’ah adalah meninggalkan melihat perkara yang tidak ada di tangannya, dan merasa cukup dengan perkara yang ada.
Rasulullah saw bersabda, “Kamu harus jadi orang yang wara’, tentu kamu akan jadi orang yang paling bagus ibadahnya diantara orang-orang. Dan kamu harus jadi orang yang qana’ah, tentu kamu akan jadi orang yang paling bersyukur. Dan kamu harus mencintai orang-orang terhadap perkara yang mencintai kamu untuk badanmu, tentu kamu jadi orang mu’min. Dan kamu harus baik kepada tetangga, maka tentu kamu jadi orang muslim. Dan kamu harus menyedikitkan tertawa, karena sebenar-benarnya banyak tertawa itu bisa mematikan hati.”
Sayyidina ‘Umar berkata lagi, “Aku sudah melihat semua kebaikan, maka aku tidak melihat kebaikan yang lebih utama daripada nasihat.” Artinya nasihat adalah benar dalam beramal.
Birrun itu ada dua, yang pertama shilah/mempertemukan, dan yang kedua ma’ruf yaitu membuat kebaikan. Maka shilah yaitu bekerja karena Allah dengan memberikan hartanya dalam jalan yang terpuji, karena tidak memakai ‘iwadh (pengganti yang dicari).
Rasulullah saw bersabda, “Sudah di watakkan di dalam hati untuk menyukai orang yang membuat kebaikan ke dalam hatinya. Dan membenci orang yang membuat keburukan ke dalam hatinya.”
Maka dalam membuat kebaikan itu ada keridhaan orang-orang, dan dalam taqwa ada keridhaan Allah swt. Apabila orang-orang mengumpulkan antara birrun dan taqwa, maka benar-benar sempurna kebahagiaannya dan benyak sekali kenikmatannya.
Dan ma’ruf itu ada dua macam. Yang pertama ucapan, dan kedua perbuatan. Ma’ruf ucapan adalah halus ucapan dan budi pekertinya bagus. Ma’ruf dalam amal adalah yaitu mengerahkan kemampuan dan menolong dengan badan (tenaga) ketika terkena musibah.
Sayyidina ‘Umar berkata, “Aku sudah melihat macam-macam makanan, maka tidak melihat makanan yang lebih enak daripada sabar.”
Sabar itu ada tiga rukun:
- Menahan hawa nafsu dari marah terhadap qadha (takdir).
- Menahan lidah dari omongan buruk.
- Menahan jiwa raga, misalkan dari menampar, merobek-robek baju, menjerit-jerit, dan lain-lain.
Maka siapa saja orang yang bisa menjalankan tiga rukun tersebut, maka tentu dia akan mendapatkan fadhilah sabar. Dimana sabar tersebut menjadi separuhnya iman, dan menjadikan musibahnya semata-mata kebaikan.
Sabar itu terbagi ke dalam beberapa bagian;
- Sabar terhadap perkara yang dikerjakan atau diusahakan oleh manusia, ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu sabar dalam mengerjakan perkara yang diperintahkan Allah, dan sabar dalam menjauhi perkara yang dilarang oleh Allah.
- Sabar terhadap perkara yang bukan merupakan usahanya, yaitu sabarnya seseorang terhadap mengukur hukum Allah yang kena ke dirinya dalam perkara yang kena masyaqatnya kepada dia dalam hukum Allah tersebut.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar