Cahaya Hati Menurut Islam (tidak akan terlihat oleh mata lahir)

Cahaya yang ada di dalam hati dan asrar, tidak akan bisa diketahui ukurannya besar atau kecilnya, kecuali dalam ghaibnya alam malakut. Seperti tidak bisa dhahir cahayanya bulan kecuali dalam penglihatan dhahir. Maka penglihatan yang dhahir tidak akan bisa melihat terhadap ukuran cahaya yang ada di dalam hati.

Diketahuinya ukuran besar atau kecilnya cahaya didalam hati dan asrar, itu harus dilihat dengan penglihatan hati dan asrar, yang ada di alam malakut.

Kalau diibaratkan seperti penulis dalam hikmah ini, beliau perlu mengetahui dulu hakikatnya nafsu, qalbu dan asrar. Sebenar-benarnya jiwa raga kita tersusun dari jasad dan arwah, atau alam benda (bentuk) dengan alam yang halus.

Nah perkara halus yang ada di dalam bentuknya, tegasnya sesuatu yang halus yang ada di diri kita, terkadang sering disebut nafsu ketika yang halus di dalam diri kita dipenuhi dengan kotoran, kema’siyatan dan tidak kenal dengan Allah.

Terkadang disebut juga qalbu, yaitu ketika yang halus di diri kita kedatangan cahaya dari Allah. Sehingga akhirnya terkadang berbakti dan terkadang ma’siyat, kadang ma’rifat kadang ghaflah. Nah yang bolak balik ini disebut qalbu.

Sesuatu yang halus di diri kita terkadang disebut asrar, yaitu ketika sesuatu yang halus itu penuh dengan cahaya kema’rifatan. Sehingga pekerjaannya eling (ingat) kepada Allah, melaksanakan tha’at, dan walaupun kadang melakukan ma’siyat tetapi kemudian bertaubat. Atau terkadang ghaflah langsung taubat.

Adanya cahaya itu sering hinggap di dalam hati dan asrar, cahaya itu tidak akan mau hinggap kepada nafsu.

Cahaya Allah yang ada di dalam hati dan asrar tidak akan bisa terlihat besar atau kecilnya, kecuali dengan penglihatan hati yang kedatangan cahaya yang disebut alam malakut, atau oleh asrar yang penuh dengan cahaya, yang sering disebut alamnya alam jabarut.

Maka dalam sebuah keterangan : “laa ya’lamul waliyya illal waliyyu”. Tidak akan ada yang mengetahui kepangkatan wali tinggi atau rendahnya, kecuali oleh wali lagi.

Yang sering disebut alam muluk, yang terkadang disebut alam asbah atau alam hisi, yaitu dhahirnya tapak (jejak) ciptaan Allah swt. maka kita diperintahkan dimana melihat alam ciptaan Allah pada alam muluk, kita hati kita harus melihat kepada yang menciptakannya. Tegasnya hatinya harus ingat kepada yang menciptakannya, yang ada di alam malakut dan di alam jabarut.

Penglihatan di alam muluk tidak akan bisa dipakai untuk melihat alam malakut. Misalnya mata kita untuk melihat yang dhahir, tidak akan bisa dipakai untuk melihat cahaya hati. Tetapi kalau penglihatan hati itu sekaligus bisa melihat alam dhahir, sehingga dhahirnya alam bisa terlihat oleh mata hati.

 

Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah kedua ratus empat puluh satu)

Scroll to Top