Kalau sedikit perkara yang senang, maka akan sedikit pula perkara yang bingung.
Contoh yang bisa membuat senang adalah menjadi pimpinan yang sering diakhiri dengan diberhentikan. Kalau kita tidak mau diberhentikan, maka janganlah ingin menjadi pimpinan, karena biasanya sering diberhentikan. Sebab nantinya kita akan jadi prihatin apabila diberhentikan.
Para ulama ahli suluk berpegang kepada patokan qawa’id: “mencegah dari kebingungan lebih diutamakan daripada mendatangkan kebahagiaan.”
Jadi kesenangan dan kebingungan, atau kebahagiaan dan kesulitan itu akan sering kita temui dalam hidup ini. Apabila kita sedang mendapatkan kebahagiaan atau kemudahan, kita harus hati-hati dan jangan sampai lupa diri, malahan kita harus banyak mensyukurinya. Jangan sampai kebahagiaan itu menjadikan kita lupa diri dan akhirnya terjerumus ke dalam jalan yang tidak baik dan tidak diridhai oleh Allah swt.
Begitupun juga sebaliknya, ketika kita sedang mendapatkan cobaan atau ujian, hal ini jangan sampai membuat kita putus asa dan berprasangka buruk kepada Allah. tetapi kita harus yakin bahwa Allah memberikan ujian itu adalah untuk kebaikan kita, untuk melebur dosa kita apabila kita bersabar, dan menaikkan derajat kita. Sehinggan akhirnya kita nanti mendapatkan kebahagiaan dengan adanya cobaan ini.
Oleh karena itu kita harus banyak bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang berilmu (faham ilmu agama), sering mengikuti pengajian, dan lain-lain.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah kedua ratus tujuh belas)