Siapa saja orang yang tidak mensyukuri nikmat, maka itu sama saja dengan menghilangkan nikmat, tegasnya mengusir kenikmatan. Sedangkan orang yang mensyukuri nikmat, maka sama saja dengan mengikat kenikmatan itu.
Penjelasan : Disini akan dijelaskan tentang pentingnya mensyukuri nikmat dan bahayanya kufur nikmat.
Kufur nikmat berarti ngusir terhadap macam-macam kenikmatan, sedangkan mensyukuri nikmat itu berarti mengikat terhadap nikmat tersebut. Hal ini sesuai dengan peribahasa mensyukuri nikmat itu jadi tali bagi nikmat yang sudah ada, dan perburuannya nikmat yang belum ada. Orang yang diberi nikmat tetapi dia tidak mensyukurinya, maka akan dicabut kenikmatannya dengan tidak terasa.
Berubahnya syukuran itu adalah sibuknya seseorang dengan kemaksiyatan dan kufur. Maka orang yang mengolah kenikmatan dipake maksiyat itu berarti tidak bersyukur, sehingga oleh Allah akan dirobah, maksudnya akan dihilangkan kenikmatannya.
Bersyukur itu ada 3 bagian :
- Bersyukur dengan lisan. Menceritakan kenikmatan Allah seperti firman-Nya waammaa bini’mati robbika fahaddits.
- Syukuran dengan arkan (jawarih), mengolah kenikmatan seperti seharusnya menurut Allah, artinya kenikmatan itu dipakai sarana untuk tho’at kepada Allah, seperti yang difirmankan Allah i’maluu ala dawuda sukron, harus ‘amalkan kalian semua hei keluarga Daud terhadap syukuran, tegasnya harus kita harus mengolah kenikmatan dengan jiwa raga kita.
- Syukuran dengan jinan, harus bertekad bahwa tiap-tiap kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada kita itu semata-mata dari Allah, seperti firman Allah wamaa bikum minni’matin faminallaahi.
Perlu diketahui juga bahwa sebenar-benarnya orang bersyukur itu ada 3 tingkah :
- Golongan ‘awamul muslimin, golongan ini syukurannya hanya kepada nikmat saja, maksudnya kalau diberi kenikmatan bersyukur tapi kalau diberi cobaan tidak bersyukur.
- Golongan khowas, mensyukuri nikmat dan cobaan yang menimpa dirinya. Kenapa mensyukuri cobaan, karena dia menganggap cobaan itu didatangkannya oleh Allah demi cinta, seperti di dalam hadist idzaa ahabballaahu ‘abdan ibtalaahum, dimana Allah cinta kepada seorang ‘abdi maka akan mendatangkan cobaan. Serta tidak semata-mata ada cobaan dunia, yaitu untuk melebur dosa, dan untuk menaikan martabat. Maka siapa saja yang ridho terhadap ketentuan Allah dan sabar terhadap datangnya cobaan, maka Allah akan ridho terhadap terhadapnya, dan akan menurunkan pemberian yang banyak disebabkan sabarnya. Seperti firman Allah innallaaha ma’asshobiriin atau wainnamaa yuwaffaasshobiruuna ajrohum bighoeri hisabin, Allah akan memberi ganjarannya dan pemberiannya dengan tidak ada perhitungan. Maka dengan adanya kenikmatan, cobaan dunia itu dhohiruhu balaaun batinuhu walaaun, artinya dhohirnya cobaan batinnya kenikmatan. Golongan ini dimana-mana mendapatkan cobaan, mereka bersyukur.
- Golongan khowasil khowas, mereka tenggelam dalam lautan musahadah kepada Allah, sehingga tidak melihat kenikmatan dan cobaannya. Tertutup oleh nikmatnya musahadah kepada Allah.
Nikmat yang sering disyukuri itu ada 3 :
- Nikmat duniawi, seperti sehat, selamat dan harta yang halal.
- Diiniyyah, seperti nikmat ilmu, ‘amal, taqwa, nikmat ma’rifat.
- Nikmat ukhrowiyyah, seperti ganjaran ‘amal yang sedikit dengan pemberian yang tidak terbilang. Dan nikmat agama yang harus sangat disyukuri, yaitu nikmat iman dan nikmat islam dan ma’rifat.
Cara mensyukurinya yaitu bertekad bahwa sebenar-benarnya nikmat iman dan islam itu adalah suatu karunia dari Allah, dengan tidak ada perantaraan, tetapi pemberian Allah
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keenam puluh empat)