Kisah mengenai keutamaan akhlak Nabi Muhammad

Nabi Muhammad memiliki akhlak yang mulia, oleh karena itu setiap manusia hendaknya meneladani dan mencontoh perilaku Nabi Muhammad saw.

Di bawah ini adalah salah satu kisah yang menceritakan keluhuran budi pekerti dan akhlak Nabi Muhammad saw.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa setelah dekat wafat Nabi Muhammad, beliau memerintahkan Bilal untuk menyerukan  shalat kepada manusia. Bilal lalu menyerukan adzan dan berkumpullah para sahabat Muhajirin dan Anshar ke masjid Rasulullah. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar, memuji dan menyebut keagungan Allah.

Nabi Muhammad berkhutbah dengan khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya dan air mata bercucuran. Kemudian beliau bersabda:

“Wahai sekalian muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi kepada kamu, pemberi nasehat dan berdakwah kepada dengan seijin Allah. dan aku berlaku pada kamu sebagai seorang saudara yang menyayangi dan sekaligus sebagai ayah yang belas kasih. Barang siapa di antara kamu yang mempunyai suatu penganiayaan pada diriku, maka hendaklah dia berdiri dan membalas kepadaku sebelum datang balas-membalas di hari kiamat.”

Tidak ada seorangpun yang berdiri menghadapnya, sehingga beliau bersabda demikian kedua kali dan ketiga kalinya. Barulah berdiri seorang laki-laki bernama Akasyah bin Muhshin.

Berdirilah dia di depan Nabi Muhammad dan berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali, tentu aku tidak mengajukan sesuatu mengenai itu. Sungguh aku pernah bersamamu di perang Badar. Saat itu untaku mendahului untamu. Maka turunlah aku dari unta dan mendekatimu agar aku dapat mencium pahamu. Tetapi engkau lalu mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta agar cept jalannya dan engkau pukul lambungku. Aku tidak tahu apakah hal itu atas kesengajaan darimu atau engkau maksudkan untuk memukul untamu Ya Rasulullah?”

Rasulullah bersabda, “Mohon perlindungan kepada Allah hai Akasyah, kalau Rasulullah sengaja memukulmu.” Bersabda lagi beliau kepada Bilal, “Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku.”

Maka keluarlah Bilal dari masjid  sedang tangannya diletakkan di atas kepalanya, “Ini adalah Rasulullah, sekarang beliau memberikan dirinya untuk diqishash.”

Dia mengetuk pintu Fathimah dan bertanyalah fathimah, “Siapa yang ada di depan pintu?” Bilal menjawab, “Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah.” Fathimah bertanya, “Hai Bilal, apa yang akan diperbuat ayah dengan tongkat itu?” Bilal menjawab, “Hai Fathimah, ayahmu memberikan dirinya untuk diqishash.” Fathimah berkata lagi, “Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”

Lalu Bilal mengambil tongkat itu dan masuklah ia ke dalam masjid serta memberikan tongkat itu kepada Rasulullah, lalu Rasul menyerahkannya kepada Akasyah.

Ketika Abu Bakar dan Umar memandangnya maka berdirilah mereka berdua dan berkata, “Hai Akasyah, aku masih berada di depanmu, maka balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi Muhammad.”

Bersabdalah Rasulullah, “Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.” Berdiri pula Ali dan berkata, “Hai Akasyah, aku masih hidup di depan Nabi Muhammad, tidak akan aku sampai hati kalau engkau membalas Rasulullah. Ini punggungku dan perutku. Balaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu.”

Nabi Muhammad bersabda, “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.” Berdiri pula Hasan dan Husain dan berkata, “Hai Akasyah, bukankah engkau mengenal kami berdua. Kami adalah dua orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami adalah sama dengan membalas kepada Rasulullah.”

Nabi Muhammad bersabda, “Duduklah engkau berdua wahai kegembiraan mataku.” Kemudian Nabi Muhammad bersabda, “Hai Akasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.” Akasyah berkata, “Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak terhalang pakaianku.”

Lalu Rasulullah menyingkapkan pakaiannya dan berteriaklah orang-orang Islam yang hadir seraya menangis. Ketika Akasyah melihat keputihan jasad Rasul dia menubruknya dan mencium punggungnya. Berkatalah dia, “Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari neraka.”

Bersabdalah Nabi Muhammad, “Ingat, barang siapa yang ingin melihat penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini.” Semua orang islam berdiri dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata, “Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan berkawan dengan Nabi Muhammad di surga.”

 

Sumber: Durrotun Nasihin

 

Scroll to Top