Apabila seorang istri mempunyai piutang kepada suami yang tidak ada di tempat, sedangkan waktu pembayarannya telah tiba, yaitu piutang dari maskawin atau piutang lainnya, sedangkan di tangan si istri terdapat sejumlah harta milik suami sebagai titipan, maka bolehkah si istri dengan bebas menagih utangnya dengan mengambil sebagian dari harta titipan suami yang ada di tangannya tanpa melaporkan kepada kadi (hakim), kemudian ia memfasakh nikahnya, ataukah hal tersebut tidak boleh ia lakukan?
Salah seorang ulama menjawab bahwa istri tidak boleh bertindak sendiri dengan bebas dalam mengambil haknya, melainkan ia harus melaporkan perkaranya kepada kadi, karena keputusan untuk mengambil harta orang yang tidak ada di tempat berada di tangan kadi.
Memang dibenarkan jika si istri mengetahui bahwa si kadi tidak akan mengizinkannya kecuali sesuatu yang pernah diutang oleh suami darinya, si istri diperbolehkan mengambil sesuatu itu dengan bebas (tanpa melalui kadi lagi).
Demikianlah penjelasan dari kami tentang permasalahan yang berkaitan dengan si istri mempunyai piutang kepada suaminya, atau dengan kata lain si suami belum membayar utangnya (maskawin) kepada istrinya, sedangkan dirinya tidak ada di tempat.
Semoga penjelasan singkat kami di atas, dapat memberikan manfaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat. Serta semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah swt dan ada dalam keridaan-Nya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani