Keterangan yang diterima dari Abu Bakar Shiddiq, beliau menafsirkan ayat:”Dhaharal fasaadu filbarri walbahri”, yang dimaksud dengan al barri adalah lisan, dan yang dimaksud al bahri adalah qalbu (hati).
Dimana-mana rusak lisannya disebabkan memarahi orang lain misalnya, maka akan menangis badan-badan dari kaum bani Adam terhadap lisan tersebut. Dan dimana-mana rusak hati disebabkan riya misalnya, maka akan menangisi terhadap hati tersebut para malaikat.
Hikmahnya dari lisan itu satu, yaitu pengingat terhadap ‘abdinya Allah, bahwa sebenar-benarnya lisan itu tidak pantas dipakai ngomong (bicara) kecuali dalam perkara yang penting bagi ‘abdi tersebut dan dalam kebaikan.
Kemudian kenapa lisan itu satu, sebab sebenar-benarnya lisan yang bisa eling (ingat) dengan macam-macam bahasa, maka itu bukti harus eling kepada dzat Yang Maha Esa, yaitu Allah swt.
Begitu juga hati diciptakan satu, nah itu merupakan peringatan (pengingat) kepada dzat Yang Maha Esa.
Berbeda dengan telinga dan mata, yang dibuat ada dua. Kenapa diciptakan dua karena kebutuhan manusia terhadap penglihatan dan pendengaran lebih banyak daripada butuhnya terhadap kalam (bicara).
Dan kenapa hati disamakan dengan lautan, karena sangat dalamnya hati dan luasnya hati. Sehingga tidak ada yang bisa menyelami hati.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa Allah dalam menciptakan sesuatu, pasti ada hikmahnya. Dan ketika menciptakan sesuatu juga pasti ada alasannya. Hal ini harus membuat akidah dan tauhid kita makin kuat kepada Allah swt.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar