Bila seseorang merasa ragu ketika berwudhu, apakah sudah membasuh seluruh anggota wudhu atau belum serta ragu pada bilangannya, maka ia harus menetapkan suatu keyakinan. Penentuan ini hukumnya wajib, saat membasuh anggota yang wajib, dan sunat saat membasuh anggota yang sunat, meskipun air wakafan. Bila rasa ragu timbul setelah selesai wudhu, hal itu tidak apa-apa.
Sunat mendahulukan membasuh kedua tangan atau kaki sebelah kanan daripada yang kiri, termasuk bagi orang yang tidak memiliki anggota wudhu.
Nabi saw lebih senang mendahulukan yang kanan saat bersuci atau dalam setiap perbuatan yang baik, misalnya bercelak, memakai gamis atau sandal, memotong kuku, mencukur rambut, mengambil atau memberi sesuatu, bersiwak, dan menyela-nyela gigi. Meninggalkan cara demikian adalah makruh.
Disunatkan mendahulukan yang sebelah kiri untuk perbuatan selainnya, yaitu untuk setiap perbuatan yang hina dan kotor, misalnya istinja’, membuang lendir, membuka pakaian atau sandal. Disunatkan pula memulai dengan membasuh muka bagian atas, kedua ujung tangan dan kaki, walaupun airnya dituangkan oleh orang lain.
Disunatkan mengambil air yang diusapkan ke muka dengan kedua tangan, menaruh air yang disauk di sebelah kanan (bak atau lainnya), dan menaruh tempat atau alat pancuran (kendi) di sebelah kiri.
Sunat terus menerus membasuh atau mengusap anggota wudhu yang sehat, dengan cara membasuh setiap anggota sebelum kering anggota yang sebelumnya (maksudnya ialah sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh. Sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh, dan seterusnya). Yang demikian itu karena ittiba’ kepada Nabi saw. Namun berbeda dengan pendapat Imam Malik yang mewajibkannya. Wajib terus menerus melakukan hal itu bagi orang yang beser.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani