Panjang cita-cita itu adalah (sering) menipu, dan Allah sudah mencelanya, sesuai dengan firman-Nya, “Dzarhum ya’kuluu wayatamatta’uu wayulhihimul amalu fasaufa ya’lamuuna.”, yang artinya, “Kalian harus membiarkan kepada orang-orang kafir biar makan dan bersenang-senang, dan disibukkan orang tersebut oleh cita-cita (lamunannya), maka tentu saja mereka akan mengetahui akibatnya.”
Apabila manusia menyenangi dunia, maka itu sering mencelakakan (menjerumuskan ke jurang kecelakaan). Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja orang yang hatinya dicampuri senang/suka terhadap perkara dunia, maka dikenakan musibah kepada orang tersebut disebabkan senangnya terhadap perkara dunia dengan tiga perkara. Yang pertama kerepotan yang tidak ada habis-habisnya kecapeannya /keletihannya. Yang kedua kasengserem (bahasa sunda) yang tidak sampai kepada kekayaannya. Dan yang ketiga adalah cita-cita yang tidak sampai ke puncaknya.” HR Imam Thabrani
Setan itu membuat sesat manusia, atau membuat manusia menempuh jalan yang tidak lurus (bengkok). Sedangkan nafsu adalah yang memerintahkan kepada keburukan, yang memerintahkan kepada macam-macam kesenangan, dan macam-macam syahwat, serta yang menarik hati ke tempat-tempat keburukan, dan kepada sumbernya akhlaq yang tercela.
Sayyidina Ali berkata, “Aku takut kepada kalian semua terhadap dua perkara. Yang pertama adalah turut terhadap hawa nafsu, dan yang kedua thulul amal (panjang lamunan). Karena sebenar-benarnya turut terhadap hawa nafsu itu sering menghalangi dari yang haq, dan thulul amal sering membuat lupa terhadap akhirat.”
Syeikh Abu Sulaiman ad Darani, “Yang merupakan amal yang paling utama adalah tidak mengikuti hawa nafsu.”
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar