Sebenarnya amalnya ‘abdi yang diselipin atau ada sifat-sifat kejelekan, seperti kurang dalam menghadirkan hati atau kurang ikhlas, itu ditutupi oleh Allah dengan kebaikannya, lalu amalnya diterima oleh Allah.
Apabila Allah tidak menutupinya maka amal ‘abdi itu sebenarnya tidak pantas untuk diterima. Sebab amal yang diterima itu adalah yang memenuhi syarat-syaratnya.
Syarat agar amal diterima adalah harus ada sirrul ikhlas, maksudnya harus ikhlas dalam melakukan amal kebaikan semata-mata karena Allah swt. Serta di dalam shalatnya harus bisa menghadirkan hati, tegasnya memiliki rasa bahwa ketika shalat kita itu sedang munajat kepada Allah, mempunyai rasa bahwa bisa melakukan shalat karena dikehendaki oleh Allah (Allah lah yang membuat kita bisa melakukan shalat).
Ibadah yang seperti ini sangat jarang, dan kalau ibadahnya tidak seperti ini maka tidak akan diterima. Tetapi karena kebijaksanaan Allah, orang yang dijadikan bisa melakukan amal ibadah walaupun keadaannya buruk, tetap saja diterima, yaitu dengan ditutupin dulu keburukannya oleh Allah. Setelah terwujud kebaikannya lalu diterima oleh Allah.
Jadi Allah swt lah dzat yang menjadikan manusia beramal dan Allah lah yang menentukan amal itu diterima. Hal ini menunjukkan bijaksananya Allah, dana kasih sayangnya Allah terhadap ‘abdinya yang dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu bagi kita yang dikehendaki atau dijadikan bisa tho’at, maka harus sangat takut kepada Allah. Jangan sampai ‘ujub, takabur, malah seharusnya kita bersyukur karena dengan bisanya kita beramal itu meupakan hadiah dari Allah. Bersyukurlah apabila kita bisa ibadah dan berbahagialah.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keseratus dua puluh delapan)