Kita jangan memohon kepada Allah ingin dikeluarkan dari suatu tingkah agar dijadikan yang ber’amal dalam tingkah yang lain, karena apabila Allah akan menjadikan kita ber’amal, pasti Allah swt membuat kita ber’amal, sambil mengeluarkan dari tingkah itu.
Sebagian adab-adaban ahli ma’rifat yaitu merasa cukup dengan ilmunya Allah, dan merasa kaya dengan ilmunya Allah. Maka dimana-mana Allah menempatkan seorang ahli ma’rifat di satu perkara (tingkah) dari macam-macam tingkah, maka jangan menghina tingkah itu terus minta keluar dari itu tingkah pindah ke tingkah yang lain.
Karena apabila Allah akan mengeluarkan serta ber’amal dalam tingkah yang lain, pasti berkehendak (membuat) ber’amal, tidak harus minta keluar tetapi harus tenang dan tumaninah mendiami di suatu tingkah yang ditetapkan Allah.
Nanti dimana-mana perlu dan maslahat akan dikeluarkan langsung oleh Allah, maka harus berdoa robbi adkhilni mudkhola sidqin wakhrijni mukhroja sidqin, maka keluar yang jujur yaitu kita masuk dengan pertolongan Allah. Dan kalau tempat keluarnya yaitu kita keluar dari suatu tingkah dengan paksaan Allah, nah ini benar-benar mengerti ke Allah, dan ciri-cirinya ma’rifat kepada Allah.
Orang ahli ma’rifat kepada Allah dimana-mana single, tidak berharap yang agak jauh hasilnya ke kawin. Dan apabila sudah kawin tidak berharap-harap single. Dimana-mana fakir tidak mengharapkan kaya, dimana-mana kaya tidak mengharapkan fakir, dimana-mana sakit tidak mengharapkan sembuh, dimana-mana sembuh tidak mengharapkan sakit, dimana-mana lemah tidak mengharapkan gagah, dimana-mana gagah tidak mengharapkan lemah.
Ditiap-tiap tingkah ahli ma’rifat memperlihatkan terhadap perbuatan (kekuasaan) Allah, tidak memperlihatkan terhadap pekerjaan dirinya, sebab nyata apesnya, sehingga punya rasa seperti mayat yang dibolak balik oleh yang memandikanya, sambil pasrah dan menganggap bagus/baik serta maslahat dalam tingkah yang ditentukan oleh Allah yang tidak bertentangan dengan hukum Allah.
Allah berfirman Allaahu yakhluqu maa yasaau wayakhtaaru maa kaa na lahum, Allah membuat suatu perkara sekehendaknya, dan pilihannya tidak ada bagi orang yang punya pilihan.
Serta kita tidak punya penentuan kecuali yang ditentukan oleh Allah. Maka dimana-mana Allah memberi ilham terhadap harus keluarnya dari satu tingkah, maka harus pelan-pelan dan sabar, sambil Allah membukakan pengertian (ilmu) dengan isyarat/isaaroh yang dhohir atau yang batin. Karena Allah swt lebih kuasa, maka pantas Allah membukakan terhadap orang yang dicintai-Nya.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (Hikmah kesembilan belas)