Sebab-sebab diharamkannya riba

Ada banyak sekali alasan mengapa praktek riba diharamkan, beberapa diantaranya ialah sebagai berikut:

  1. Riba itu mengharuskan orang yang mengambil harta orang lain tanpa ganti. Sebab orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham misalnya, baik dengan cara kontan atau kredit maka dia telah mendapat tambahan satu dirham tanpa ada pengganti. Ini adalah haram.
  2. Diharamkan riba karena menghambat manusia untuk usaha dagang. Karena kalau pemilik uang mendapat kesempatan mendapatkan akad riba, menjadi mudahlah baginya mengeruk keuntungan tanpa susah payah. Ini akan membuat terhentinya manfaat-manfaat manusia dengan adanya perdagangan dan mencari keuntungan.
  3. Riba menyebabkan adanya berbuat kebajikan di antara sesama manusia dengan hutang piutang menjadi hilang. Tetapi setelah diharamkan riba jiwa-jiwa manusia ini akan dengan senang hati memberi hutang uang kepada orang yang menghajatkan, dan anya mengambil kembali dengan jumlah yang sama karena menginginkan pahala dari Allah swt.
  4. Keharaman riba telah ditetapkan oleh dalil Nash, dan tidak semua hukum yang ditentukan Allah harus diketahui hikmahnya bagi manusia. Jadi wajib ditegaskan tentang keharaman riba walaupun kita belum mengetahui segi hikmahnya. Ini adalah suatu penegasan bahwa dalil Nash membatalkan dalil qiyas. Karena dalil Nash itu menentukan bahwa yang dihalalkan atau diharamkan Allah adalah sebagai dalil atas batalnya qiyas para ulama.

Dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda, “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, gandum sya’ir dengan gandum sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam kecuali dengan persamaan, ujud barang dengan ujud barang dan dengan serah terima, terserah kehendakmu tentang kelebihannya.”

RIba

Karena kelebihannya bukanlah riba, disebabkan tidak sejenis. Perhatikanlah dan jangan lengah. Semua barang yang telah diterangkan oleh dalil Nash atas keharaman ribanya, jika dengan cara ditimbang maka untuk mengetahui persamaannya juga harus dengan ditimbang untuk selamanya, seperti gandum, sya’ir dan kurma.

Jika dengan cara ditakar maka juga harus dengan ditakar untuk selamanya, seperti emas dan perak. Walaupun seandainya umumnya manusia (Uruf) memperlakukan sebaliknya. Karena Nash adalah dalil Qath’i (pasti) dan lebih kuat daripada Uruf. Dalil yang lebih kuat tidak boleh ditinggalkan dengan dalil yang lebih rendah.

Adapun barang-barang yang tidak ada dalil Nashnya tetapi ada ribanya, maka dikembalikan kepada Uruf manusia, seperti barang-barang selain enam yang disebutkan dalam sabda Nabi, “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, dan seterusnya.”

Sumber: Durrotun Nasihin

Scroll to Top