Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Sahl ibnu Hanif, dari Siti Aisyah, dari Nabi Muhammad yang telah bersabda:
Janganlah seseorang diantara kalian mengatakan, “Alangkah buruknya diriku,” melainkan ucapkanlah, “Alangkah sempitnya diriku.”
Diriwayatkan di dalam kitab Sunan Abu Daud dengan sanad yang sahih melalui Siti Aisyah, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda:
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, “Alangkah buruknya diriku,” melainkan ucapkanlah, “Alangkah sialnya diriku.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Mereka mengatakan al karmu, padahal al karmu artinya kalbu orang mukmin.
Di dalam riwayat lain oleh Imam Muslim disebutkan:
Janganlah kalian menamakan ‘inab (anggur) dengan sebutan al karmu, karena sesungguhnya al karmu artinya orang muslim.
Di dalam riwayat lain disebutkan:
Sesungguhnya al karmu itu adalah kalbu orang mukmin
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Wail ibnu Hajar yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Janganlah kalian mengatakan al karmu, melainkan katakanlah al ‘inab dan al habalah.
Makna yang dimaksud oleh hadis ini ialah larangan menamakan anggur dengan sebutan al karmu. Dahulu di masa jahiliyah orang-orang menamakannya al karmu, dan di masa sekarang orang menamakannya al karmu, sama dengan dahulu; lalu Nabi Muhammad melarang sebutan itu.
Imam Khaththabi mengatakan bahwa Nabi Muhammad merasa khawatir bila mereka menyebut nama anggur yang baik itu akan mendorong mereka meminum khamr yang terbuat dari buahnya, maka beliau mencabut nama ini darinya.
Ucapan celaan yang dilarang dan yang makruh diucapkan
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
Apabila seseorang mengatakan bahwa manusia telah binasa, maka dia adalah yang paling binasa di antara mereka.
Al Khaththabi mengatakan, makna hadis ini ialah seorang lelaki masih terus mencela manusia (orang lain) dan menyebut keburukan-keburukan mereka melalui ucapannya, “Manusia telah rusak dan binasa,” atau ucapan lain yang semakna. Apabila ia melakukan demikian, berarti ia adalah orang yang paling binasa, yakni orang yang paling buruk keadaannya daripada mereka, karena dosa yang dilakukannya akibat menecela dan mencemooh mereka. Adakalanya hal tersebut menyeretnya kepada perasaan ‘ujub hingga ia berpandangan bahwa dirinya jauh lebih utama dan leih baik daripada mereka, akhirnya ia sendirilah yang binasa.
Diriwayatkan di dalam kitab Sunan Abu Daud dengan sanad yang sahih melalui Hudzaifah, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda:
Janganlah kalian mengatakan, “Ini merupakan apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh si Fulan.” Melainkan katakanlah, “Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, kemudian apa yang dikehendaki oleh si Fulan.”
Ibrahim An Nakha’i memakruhkan seseorang mengatakan, “Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu.” Ia membolehkan mengatakan, “Aku berlindung kepada Allah, kemudian kepadamu.” Para ulama mengatakan hendaklah dikatakan, “Seandainya bukan karena Allah, kemudian karena si Fulan,” dan jangan dikatakan, “seandainya tidak ada Allah dan si Fulan.”
Makruh apabila mengatakan, “Kami diberi hujan oleh bintang anu.” Jika ia mengatakan dengan keyakinan bahwa bintanglah yang melakukan itu, berarti ia telah kafir. Jika ia mengatakan dengan keyakinan bahwa Allah yang melakukannya, sedangkan bintang yang dimaksud hanya merupakan pertanda bagi turunnya hujan, maka ia tidak kafir. Tetapi sekalipun demikian, ia telah melakukan hal yang dimakruhkan karena ia telah mengucapkan kalimat yang biasa diucapkan oleh orang pada masa jahiliyah, sekalipun kalimatnya mengandung makna kekafiran dan lainnya.