Boleh melaknat ahli maksiat yang dikenal dengan tidak menyebutkan namanya
Banyak sekali dalil atau hadis yang menerangkan tentang bolehnya melaknat ahli maksiat. Beberapa diantaranya akan diterangkan di bawah ini.
Rasulullah saw pernah bersabda:
“Semoga Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta rambutnya disambung,” hingga akhir hadis.
“Semoga Allah melaknat pemakan riba,” hingga akhir hadis
“semoga Allah melaknat orang-orang yang membuat gambar (patung).”
“Semoga Allah melaknat orang yang mengubah menara bumi (petunjuk arah).”
“Semoga Allah melaknat pencuri telur.”
“Semoga Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, san semoga Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.”
“Barang siapa yang membuat-buat suatu perkara bid’ah di kalangan kami, atau memberikan perlindungan kepada orang yang bid’ah; semoga laknat Allah, para malaikat, dan manusia semua tertimpa kepadanya.”
“Ya Allah, laknatlah Ri’lan, Dzakwan, dan Ushayyah; mereka telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.”
Ketiganya merupakan kabilah bangsa Arab (yang telah embunuh para ahli qurra utusan Nabi Muhammad kepada mereka).
Nabi Muhammad telah bersabda:
“semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi kaerna diharamkan kepada mereka lemak, tetapi mereka menjualnya.”
“Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid.”
“semoga Allah melaknat kaum lelaki yang meniru-niru kaum wanita, dan kaum wanita yang meniru-niru kaum lelaki.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Jabir:
Nabi Muhammad melihat seekor keledai yang telah diberi tato pada wajahnya, maka beliau bersabda, “Semoga Allah melaknat orang yang mentatonya.”
Di dalam kitab Shahihain disebutkan seperti berikut:
Ibnu Umar bersua dengan sekumpulan anak-anak remaja dari kalangan Quraisy yang sedang menjadikan seekor burung sebagai sasaran, lalu mereka memanahinya. Ia berkata, “Semoga Allah melaknat orang yang melakukan demikian. Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, ‘Semoga Allah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran’.”
Melaknat seorang muslim yang terpelihara haram hukumnya menurut kesepakatan ulama; dan diperbolehkan melaknat orang yang memiliki sifat tercela, seperti mengucapkan “Semoga Allah melaknat orang yang zalim, yang kafir, yang fasik, orang Yahudi dan Nasrani, serta orang yang membuat patung.”
Melaknat seseorang secara tertentu dari kalangan mereka yang terkenal suka melakukan maksiat, misalnya orang Yahudi dan Nasrani , orang zalim, pezina, tukang membuat gambar, pencuri atau pemakan riba, menurut makna lahiriah hadis ini tidak diharamkan.
Melaknat seorang muslim menurut pendapat Imam Ghazali
Imam Ghazali mengisyaratkan bahwa hal tersebut diharamkan, kecuali terhadap orang yang telah kita ketahui pasti bahwa dia mati dalam keadaa kafir, seperti Abu Lhab, Abu Jahal, Fir’aun, Haman, dan yang lainnya. imam Ghazali mengemukakan alasannya, “Dilarang karena laknat artinya menjauhkan orang yang dilaknat dari rahmat Allah swt, sedangkan kita tidak mengetahui amal apa yang memungkasi si kafir dan si fasik ini.”
Imam Ghazali mengatakan pula bahwa orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah secara tertentu dapat diinterpretasikan bahwa beliau mengetahui kematiannya dalam keadaan kafir.
Selanjutnya Imam Ghazali mengatakan, “Hampir mendekati dengan laknat ialah mendoakan keburukan terhadap manusia, sekalipun terhadap orang yang zalim. Misalnya seseorang mengucapkan, ‘semoga Allah tidak menyehatkan tubuhnya, semoga Allah tidak menyelamatkannya,’ dan lain sebagainya yang semakna; semua itu merupakan hal tercela, demikian pula melaknat semua hewan dan benda padat.
Abu Ja’far An Nahhas meriwayatkan dari sebagian ulama yang mengatakan, “Apabila seseorang melaknat sesuatu yang tidak berhak dilaknat, hendaklah ia segera menyusul laknatnya itu dengan ucapan, ‘kecuali jika ia tidak berhak (mendapat laknat).”
Orang yang menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar serta semua pendidik diperbolehkan mengatakan kalimat berikut kepada orang yang bersangkutan, “celakalah engkau, atau hal yang lemah keadaannya, atau hai orang yang sedikit mengoreksi dirinya, atau hai orang yang zalim.” Tetapi tidak sampai melampaui batas hingga berdusta; serta di dalamnya tidak boleh ada kalimat yang bernada menuduh, baik secara terang-terangan ataupun secara sindiran atau kiasan. Sekalipun ia benar dalam hal tersebut, yang diperbolehkan hanya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hendaknya ia lakukan demikian dengan tujuan mendidik dan memperingatkan serta memakai bahasa yang dapat mengetuk hati.
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Anas yang menceritakan:
Nabi Muhammad melihat seorang lelaki menggiring seekor unta badanah (unta kurban). Maka beliau bersabda, “Naikilah!” lelaki itu berkata, “Sesungguhnya unta ini adalah badanah.” Nabi bersabda lagi, “Naikilah!” pada yang ketiga kalinya beliau bersabda, “Naikilah, celakalah engkau.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Abu Sa’id Al Khudri yang menceritakan:
Ketika kami berada di sisi Rasulullah yang sedang melakukan suatu pembagian (ghanimah), datanglah Dzul Khuwaishirah kepadanya, yaitu seorang lelaki dari kalangan Bani Tamim; lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah (dalam pembagianmu).” Rasulullah menjawab, “Celakalah engkau, siapa yang akan berbuat adil jika aku sendiri tidak adil.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Adi ibnu Hatim yang menceritakan:
Bahwa ada seorang lelaki berkhotbah di hadapan Rasulullah. Dalam khotbahnya ia mengatakan, “Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka sungguh ia telah mendapat petunjuk; dan barang siapa yang durhaka terhadap keduanya, maka sesungguhnya ia telah sesat.” Maka Rasulullah bersabda, “Seburuk-buruk khatib adalah engkau. Katakanlah, ‘dan barang siapa yang durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.”
Diriwayatkan pula di dalam kitab Shahih Muslim melalui Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan:
Seorang budak milik Hathib datang menghadap Rasulullah mengadukan kepadanya tentang Hathib, lalu ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, Hathib niscaya masuk neraka.” Maka Rasulullah membantah, “Engkau dusta, dia tidak akan memasukinya, karena sesungguhnya dia telah ikut dalam perang Badar dan Hudaibiyah.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim mengenai perkataan Abu Bakar kepada anak lelakinya, yaitu Abdur Rahman, ketika ia menemukannya buat menjamu makan malam tamunya, yaitu, “Hai Ghuntsar.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahihain bahwa Jabir melakukan salat memakai selapis kain, sedangkan kain lainnya ia letakkan di dekatnya. Maka ada yang bertanya kepadanya, “mengapa engkau lakukan demikian?” Kabir menjawab, “aku sengaja melakukannya karena agar terlihat oleh orang bodoh seperti kalian.” Di dalam riwayat lain disebutkan, “agar aku kelihatan oleh orang-orang dungu seperti kamu.”