Bersumpah hukumnya makruh kecuali dalam bai’at (janji setia) untuk jihad serta menganjurkan kebajikan dan kejujuran dalam masalah-masalah dakwaan.
Sumpah yang wajib dan sunat dilanggar
Seandainya seseorang bersumpah akan meninggalkan hal yang wajib atau mengerjakan hal yang haram, maka ia diharuskan melanggar sumpahnya dan membayar kifarat (karena melanggar sumpah).
Atau ia bersumpah meninggalkan hal yang sunat atau akan mengerjakan hal yang makruh, maka ia disunatkan melanggar sumpahnya dan membayar kifarat.
Atau dia bersumpah akan meninggalkan hal yang diperbolehkan atau akan melakukannya, umpamanya memasuki sebuah rumah atau memakan suatu makanan; contohnya, “Aku tidak akan memakannya.” Maka hal yang lebih utama hendaknya dia jangan melanggar sumpah, demi mengagungkan asma Allah.
Sunat memperberat sumpah terdakwa dan pendakwa
Disunatkan memperberat pendakwa dan terdakwa dalam sumpahnya, sekalipun tidak diminta oleh lawan perkaranya, yaitu dalam masalah nikah, talak, rujuk, status merdeka, wakalah (perwakilan), dan dalam masalah uang yang jumlahnya mencapai tidak kurang dua puluh dinar darinya, sebab jumlah uang yang kurang dari itu menurut pensyarah dianggap kecil.
Tetapi dibenarkan jika hakim melihat adanya gejala kekurangajaran dari tersumpah, hakim boleh memberatkan sumpah terhadapnya.
Memberatkan sumpah adakalanya dikaitkan dengan waktu, yaitu sesudah Asar, dan lebih utama lagi jika sesudah Asar hari jumat; atau adakalanya dikaitkan dengan tempat, yaitu untuk kaum muslim dilakukan di sisi mimbar, tetapi naik ke atas mimbar lebih utama. Selain itu dalam sumpah yang berat ditambahkan penyebutan asma dan sifat Allah (yakni bukan hanya sekali saja).
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani