Abdur Rahman ibnu Ziad pernah ditanya mengenai masalah seorang budak yang durhaka terhadap tuannya dan membangkang terhadap perintahnya, tidak mau melayaninya dengan pelayanan yang layak bagi situan.
Boleh atau tidakkah si tuan memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai. Apabila si tuan memukul dengan pukulan yang melukai, lalu si budak melaporkan hal tersebut kepada salah seorang hakim agama, boleh atau tidakkah hakim melarangnya melakukan pukulan yang melukai? Apabila si hakim melarang berbuat demikian, misalnya, tetapi si tuan bersikeras tidak menurutinya, apakah si hakim boleh menjual budak tersebut, lalu menyerahkan hasilnya kepada si tuan? Dengan harga berapakah si hakim menjualnya? Apakah dengan harga yang sama ketika si tuan membelinya, atau dengan harga yang ditaksir oleh orang-orang yang ahli dalam menentukan harga budak, atau disesuaikan dengan harga pasaran yang berlaku pada saat itu?
Apabila si budak membangkang, tidak mau melayani tuannya dengan pelayanan yang sudah sewajibnya menurut syara’, maka si tuan boleh memukulnya karena dia membangkang, yaitu dengan pukulan yang tidak melukai. Jika cara ini membuahkan faedah dan si tuan tidak boleh memukul dengan pukulan yang melukai, hakim berhak melarangnya berbuat demikian.
Apabila si tuan tidak mau mencegah dirinya melakukan pukulan yang melukai itu, berarti dia melakukan ahal yang diharamkan; sama saja haramnya seandainya dia membebankan kepada budaknya suatu pekerjaan yang tidak mampu dia kerjakan. Bahkan keharaman melakukan pukulan yang melukai lebih berat lagi, karena pukulan yang melukai adakalanya dapat mematikan si budak tersebut.
Al Qadhi Husain memberikan fatwanya, “Bila seseorang membebankan suatu pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh budaknya, maka budak itu boleh dijualkan dari tangannya dengan harga yang berlaku di pasaran, yaitu harga yang berlaku di masa dan tempat orang yang bersangkutan.”
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani