Seandainya seorang kadi memerintahkan seorang lelaki untuk mengawinkan seorang wanita yang tidak ada walinya, sebelum dia meminta izin dari mempelai wanita yang bersangkutan dalam hal itu, kemudian lelaki yang dimaksud mengawinkan wanita itu dengan seizinnya (secara langsung), maka hal tersebut diperbolehkan menurut pendapat yang paling sahih. Penyerahan tugas yang dilakukan oleh kadi karena dia sedang dalam kesibukan tertentu seperti dalam kasus ini merupakan pengangkatan, bukan mewakilkan.
Kadi menguasakan ahli fiqih untuk mengawinkan seorang wanita
Seandainya seorang kadi menguasakan kepada seorang ahli fiqih untuk mengawinkan seorang wanita, maka penyerahan tugas ini tidak cukup dilakukan hanya dengan tulisan saja, melainkan harus dengan ucapan darinya kepada orang tersebut sebagai syarat. Orang yang menerima surat kuasa itu tidak berhak hanya berpegang kepada apa yang tertulis. Demikian menurut apa yang tertulis dalam kitab Ar Raudhah.
Penilaian dhaif (lemah) oleh Al Bulqini terhadap pendapat kitab Ar Raudhah dapat disangkal dengan adanya penjelasan dari ulama yang menyatakan bahwa hanya dengan surat saja tidak cukup untuk memberikan pengertian penguasaan tugas, melainkan harus dibarengi dengan dua orang saksi laki-laki yang menyaksikan hal tersebut.
Demikianlah penjelasan dari kami, semoga apa yang telah kami sampaikan di atas bisa bermanfaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani