Di dalam kitab Al-Anwar disebutkan bahwa seandainya seseorang mengatakan, “Aku perbolehkan buatmu apa yang ada di dalam rumahku atau buah anggurku yang ada dalam pohonnya,” maka orang yang bersangkutan boleh memakannya, tetapi tidak boleh menjual, membawa, dan memberikannya kepada orang lain. izin ini hanya terbatas pada apa yang ada di dalam rumah dan pohon anggur yang dimaksud.
Seandainya seseorang mengatakan, “Aku perbolehkan buatmu semua apa yang ada di dalam rumahku, yakni boleh makan dan menggunakannya,” sedangkan orang yang bersangkutan tidak mengetahui semua yang ada di dalam rumahnya, maka izin ini tidak sah.
Sebagian ulama ada yang menetapkan bahwa suatu izin tidak dapat digugurkan lantaran ditolak.
Syarat sah hibah
Disyaratkan hendaknya barang yang dihibahkan berupa barang yang sah diperjual belikan. Oleh karena itu, tidak sah menghibahkan barang yang tidak diketahui, tidak boleh pula memperjualbelikannya. Lain halnya dengan masalah menghadiahkan dan menyedekahkannya, keduanya dianggap sah (sekalipun yang jadi objeknya masih misteri bagi penerimanya).
Dianggap sah menghibahkan sesuatu yang masih menyatu dengan milik orang lain dalam ikatan perseroan. Diperbolehkan pula memperjualbelikannya sekalipun sebelum dilakukan pembagian, tanpa memandang apakah dia menghibahkan kepada teman seperseroannya atau kepada orang lain.
Hibah sah, diperjualbelikan tidak sah
Adakalanya hibah sah, sedangkan untuk diperjualbelikan tidak sah, misalnya menghibahkan dua biji gandum atau dua biji lainnya yang tak berharga. Menghibahkan kulit bangkai termasuk pula ke dalam pengertian ini, tetapi masalah ini masih diperselisihkan di dalam kitab Raudhah, demikian pula halnya minyak yang terkena najis.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani