Barang-barang yang diambil (dirampas) oleh kaum muslimin dari musuh perang secara paksa, disebut ghanimah. Bila tidak demikian (yaitu yang diambil bukan dari kafir harbi atau diambil tanpa paksa), disebut harta fai’. Barang yang diambil oleh kaum muslimin dari perkampungan orang kafir harbi, dengan cara mencopet atau mencuri termasuk ghanimah.
Berbeda dengan pendapat Imam Ghazali dan Imam Haramain. Menurut mereka, barang yang diambil dengan cara mencopet atau mencuri itu dikhususkan hanya untuk yang mengambilnya, tanpa dibagi lima. Menurut Ibnu Rif’ah, pendapat Imam Ghazali dan imamnya itu, merupakan ijma’ ulama. Jizyah (harta yang dipungut dari kafir dzimmi), pungutan sepersepuluh dari perdagangan dan tirkah orang murtad, termasuk harta fa’i.
Dalam membagikan ghanimah itu harus didahulukan barang rampasan (yang berada pada badan orang yang dibunuh, seperti pakaian dan alat senjatanya) untuk pembunuh yang muslim, tanpa dibagi lima, yaitu pakaian orang yang dibunuh, senjata, kendaraan, demikian pula gelang, sabuk cincin, dan kalungnya (kalau ia memakai); lalu harus didahulukan juga pembayaran, seperti ongkos angkutan.
Kemudian sisanya dibagi lima. Lalu empat perlimanya, walaupun berupa barang kebutuhan atau alat-alat rumah tangga, diberikan kepada orang-orang yang hadir (ikut) dalam pertempuran, sekalipun tidak turut berperang. Satu sama lainnya tidak ada yang lebih banyak bagian hartanya (sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw ketika menjawab pertanyaan sahabatnya).
“Ghanimah itu seperlimanya untuk Allah dan empat perlimanya untuk balatentara, tiada seorang pun (yang lainnya) yang lebih berhak padanya.”
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani