Mengetahui waktu shalat merupakan salah satu dari syarat shalat. Mengetahui masuknya waktu shalat dengan suatu keyakinan atau dugaan yang kuat. Barang siapa shalat tidak mengetahui waktunya (dikira-kira), maka shalatnya tidak sah, walaupun tiba pada waktunya, sebab yang dianggap sah dalam masalah ibadah ialah menurut dugaan yang kuat dari orang mukallaf (dewasa) dan sesuai dengan bukti, sedangkan dalam masalah akad (jual beli dan sebagainya), cukup dengan kenyataan saja.
Allah swt berfirman dalam surat An Nisa ayat 103, “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.”
Waktu shalat lohor adalah mulai tergelincir matahari sampai panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan bendanya setelah bayang-bayang istiwa’, yakni bayang-bayang yang terjadi ketika matahari mencapai titik kulminasi, kalau ada, (misalnya kita tancapkan bambu ukuran satu meter, ternyata bayang-bayangnya satu meter juga, maka habislah waktu lohor). Dinamai zhuhur (lohor), karena merupakan permulaan shalat yang tampak (jelas) dikerjakan.
Waktu shalat ashar dimulai dari akhir waktu shalat lohor sampai dengan seluruh lingkaran matahari terbenam.
Waktu shalat maghrib mulai dari matahari terbenam sampi dengan terbenamnya mega merah.
Waktu shalat isya mulai dari terbenamnya mega merah. Sunat mengakhirkan shalat isya sampai hilang mega kuning dan putih, agar keluar dari perbedaan pendapat dengan orang-orang yang mewajibkan ta’khir, dan berakhir sampai terbit fajar shadiq.
Waktu shalat subuh mulai dari terbit fajar shadiq, bukan fajar kadzib, sampai terbit sebagian matahari. (fajar kadzib adalah fajar yang memancar dari bawah sebelah timur ke atas. Fajar shadiq ialah fajar yang memancar dari utara ke selatan.
Shalat asar adalah shalat wustha (pertengahan), berdasarkan sabda Nabi saw, “Mereka telah melalaikan kita dari salat wustha, yaitu shalat asar.”
Shalat asar adalah shalat yang paling afdhal, kemudian shalat subuh, shalat isya, shalat lohor, lalu shalat maghrib. Allah swt berfirman dalam surat al Baqarah ayat 238, “Peliharalah semua shalatmu, dan peliharalah salat wustha.”
(Shalat wustha itu di nash khusus, hal ini menunjukkan keutamaannya sebab waktu shalat asar merupakan waktu orang-orang beristirahat, berjalan-jalan, dan sebagainya).
Keutamaan salat pada awal waktu dan salat berjamaah
Para ulama lebih mengutamakan shalat berjamaah subuh dan isya, sebab berjamaah pada kedua waktu itu lebih berat daripada lainnya.
Imam Rafii berkata, “Salat subuh adalah salat Nabi Adam a.s, salat lohor adalah salat Nabi Daud a.s, salat asar adalah salat Nabi Sulaiman a.s, salat maghrib adalah salat Nabi Ya’qub a.s, dan salat isya adalah salat Nabi Yunus a.s”
Hikmah perbedaan rakaatnya adalah:
Subuh dua rakaat, karena masih bangun tidur atau masih segan; lohor dan asar 4 rakaat, sebab badan masih segar; maghrib 3 rakaat karena menunjukan waktu pemisah antara siang dan malam; isya 4 rakaat sebab untuk menambal kekurangan salat malam yang hanya 2 salat, sedangkan siang 3 kali salat.
Ketahuilah, sesungguhnya mengerjakan salat wajib pada awal waktu dengan kewajiban yang leluasa. Boleh diakhirkan sampai waktu yang mencukupi untuk salat (kira-kira 10 menit) dengan syarat berniat akan mengejakan pada waktunya.
Seandainya mendapatkan 1 rakaat pada waktunya, maka termasuk salat ada’ (pada waktunya, bukan qadha). Kalau tidak mencukupi 1 rakaat, maka termasuk qadha. Sebagaimana sabda Nabi saw, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat salat, maka ia mendapatkan salat (pada waktunya)” (HR Muslim).
Jika sebagian rakaat salat keluar dari waktunya, walaupun mendapatkan satu rakaat, maka berdosa. Betul demikian, kalau mengerjakan salat selain salat jumat, yang waktunya cukup untuk salat, maka boleh baginya memanjangkan bacaan sala dan dzikir, dan tidak makruh walaupun salatnya keluar dari waktunya, meskipun waktunya itu tidak cukuo untuk satu rakaat, menurut kaul mu’tamad.
Bila waktu yang tersedia tidak mencukupi untuk memulai salat, atau pada salat jumat, tidak boleh memanjangkan bacaan salat; serta tidak disunatkan, hanya mengerjakan yang rukun saja untuk mendapatkan semua rakaat pada waktunya.
Sunat menyegerakan salat pada awal waktu dan dalam keadaan apakah salat itu sunat untuk diakhirkan
Disunatkan menyegerakan salat pada awal waktunya, walaupun salat isya, berdasarkan sabda Nabi saw, “Amal yang paling utama adalah salat pada awal waktunya.” Meskipun demikian, sunat mengakhirkan salat dari awal waktunya (karena):
- Meyakinkan ada jamaah pada tengah-tengan waktu, selama tidak sempit waktunya. Tetapi mengakhirkan salat itu kurang baik.
- Menyangka ada jamaah bila tidak jelek ta’khir (tidak terlalu akhir) menurut ‘urf (adat).
Tidak disunatkan mengakhirkan salat bila ragu adanya jamaah secara mutlak (terlalu akhir atau tidak). Adapun berjamaah (dengan jumlah) sedikit pada awal waktu, lebih afdhal daripada berjamaah (dengan jumlah) banyak tetapi pada akhir waktu.
Orang yang sedang melaksanakan ihram haji, wajib mengakhirkan salat isya karena takut tertinggal ibadah hajinya, yaitu tertinggal wukuf di Arafah kalau ia salat isya dengan sempurna (syarat dan rukunnya pada awal waktu), sebab mengqadha ibadah haji itu lebih sulit dibandingkan dengan mengakhirkan salat yang dianggap lebih mudah.
Orang yang ihram haji tidak diperbolehkan salat syuiddail khauf (yaitu salat sambil berjalan atau naik kendaraan.
Bagi orang yang berada di suatu tempat yang sukar menentukan waktu karena tidak melihat matahari, bulan, atau peredarannya berada, misalnya di kutub, gua, atau ruang angkasa, maka untuk salat, puasa dan ibadah lainnya yang membutuhkan penentuan waktu, diwajibkan berijtihad menggunakan jam, almanak, dan sebagainya.
Juga wajib mengakhirkan salat bagi orang yang berusaha menyelamatkan seseorang yang tenggelam atau ditawan, sehingga menghabiskan waktu salatnya.
kondisi yang menyebabkan mengerjakan salat hukumnya makruh dan haram
Makruh tidur sesudah masuk waktu salat dan belum mengerjakannya, karena memperkirakan akan bangun sebelum waktunya berakhir, karena kebiasaan atau dibangunkan orang lain. jika tidak demikian, haram tidurnya. Hal itu tidak dimaksudkan bagi orang yang tertidur pada waktu salat telah tiba. Kalau tertidur, tidak haram dan tidak makruh, asalkan berniat akan mengerjakan salat. Sebagaimana pendapat Abu Barazah Asma’i r.a, sesungguhnya Rasulullah saw membenci orang yang tidur sebelum shalat isya.
Mengerjakan salat yang tidak beralasan atau bersebab adalah makruh tahrim, misalnya salat sunat mutlak. Yang termasuk salat sunat mutlak adalah salat tasbih. Atau yang mempunyai alasan di belakang, misalnya salat istikharah dua rakaat, dan salat ihram, yaitu:
- Sesudah salat subuh hingga matahari ukuran satu tombak.
- Sesudah salat asar hingga terbenam matahari.
- Ketika istiwa’ selain pada hari jumat.
Sebagaimana ‘Uqbah bin ‘Amir meriwayatkan, “Rasulullah saw melarang kita salat dan mengubur mayat pada 3 macam waktu, yaitu: ketika terbit matahari hingga sampai setinggi 1 tombak, ketika berdiri waktu lohor sampai tergelincir matahari, dan ketika matahari condong untuk terbenam.” (HR Muslim)
Tidak tergolong makruh tahrim salat yang mempunyai sebab terdahulu (sebelumnya), misalnya salat sunat wudhu, salat thawaf, tahiyyatul masjid, salat gerhana, salat jenazah, walaupun mayat ghaib, serta mengulangi salat dengan berjamaah walaupun menjadi imam.
Tidak makruh mengqadha salat fardu atau sunat yang tidak sengaja mengakhirkannya sampai waktu makruh, namun diharapkan mengqadhainya pada waktu makruh itu atau tidak membiasakannya.
Bila sengaja mengerjakan salat yang tidak mempunyai waktu pada waktu makruh, sedangkan ia tahu waktu itu makruh, maka hukumnya mutlak haram (ada sebab ataupun tidak). Tidak sah salatnya walaupun salat qadha yang wajib segera diqadhai (yang tidak sebab uzur), sebab perbuatannya itu bertentangan dengan hukum syara’.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani