Apakah Obat Untuk Berbagai Macam Dosa dan Penyakit Hati

Imam Hasan Bashari rahimahullah ta’ala berkata, “Sewaktu aku berkeliling pada suatu hari di jalanan kota Bashrah (gang-gang dan pasarnya) beserta seorang anak muda ahli ibadah. Kemudian aku melihat seorang tabib yang sedang duduk di kursi dan di hadapannya banyak laki-laki dan perempuan serta anak-anak yang membawa wadah berisi air. Lalu orang-orang yang berkumpul itu meminta tabib untuk memberikan obat (menyebutkan sifat obatnya) untuk masing-masing penyakitnya.”

Lalu Syeikh Hasan Bashari menyuruh si pemuda ahli ibadah untuk maju ke hadapan tabib, kemudian si pemuda berkata, “Hai tabib, apakan engkau memang mempunyai obat untuk berbagai macam dosa dan penyakit hati?”

Si tabib menjawab, “Tentu saja obat itu ada padaku.” Pemuda berkata lagi, “Coba datangkan kepadaku obat tersebut!”

Faqir dan tawadhu

Si tabib berkata, “Kamu harus mengambil dariku 10 perkara dari berbagai akar-akaran. Kamu harus mengambil dari akar tersebut pohon faqir dan akar pohon tawadhu. Diserupakan faqir dan tawadhu dengan pohon kayu karena terbukti keduanya yang tinggi (luhur). Dan akar merupakan yang menjadi sebab hidupnya pohon. Sedangkan makna dari kamu harus mengambil dari akar yang jadi sebagian sebab wujudnya hakikat faqir dan tawadhu, yang keduanya diserupakan dengan pohon yang tinggi. Keduanya (faqir dan tawadhu) jadi tinggi menurut Allah swt.”

Menurut Syeikh ibnu ‘Atha’ tawadhu adalah menerima yang haq dari orang yang terbukti haq (haq nya terbukti ada di orang tersebut).

Menurut ibnu ‘Abbas bahwa sebagian dari sifat tawadhu adalah seorang lelaki yang sering minum air sisa dari saudaranya.

Menurut Syeikh al Qusyairi bahwa faqir itu syiarnya para wali Allah, dan merupakan dandanan orang-orang seliran Allah dan pilihan Allah untuk para kekasihnya para atqiya dan para anbiya.

“Kamu harus menjadikan taubat sebagai obat. taubat diserupakan dengan akar, karena akar itu sering menghilangkan kotoran (perut), dan taubat sering menghilangkan dosa.”

Rasulullah saw bersabda, “Orang yang bertaubat dari dosanya adalah seperti orang yang tidak ada dosanya. Dan dimana-mana Allah mencintai seorang ‘abdi, maka tidak menjadikan madharat dosanya.”

Pengertian ridha dan qanaah

Menurut Imam Nawawi bahwa ridha adalah senangnya hati terhadap pahitnya qadha (takdir Allah), sedangkan menurut Syeikh Muhasibi yang namanya ridha itu adalah tenteramnya hati di bawah tempat berjalannya hukum Allah. Serta menurut Syeikh Ruwaim yang namanya ridha itu adalah menghadapi hukum-hukum Allah dengan rasa senang.

Yang disebut qanaah adalah meninggalkan barang yang tidak ada, dan merasa cukup dengan barang yang ada. Menurut Syeikh Abu Sulaiman ad Darani bahwa qanaah dari ridha itu seperti wara’ dari zuhud. Jadi qanaah itu awalnya ridha, dan wara’ awalnya zuhud.

Pengertian takwa, haya’ (malu), dan mahabbah

Menurut Syeikh Abu ‘Abdillah ar Ruzabadi, yang namanya takwa itu adalah menjauhi dari perkara yang bisa menjauhkan kita dari ingat kepada Allah. menurut Syeikh ibnu ‘Atha’ bahwa untuk takwa itu ada lahirnya dan ada batinnya. Dhahirnya takwa (lahiriah) adalah menjaga berbagai batasan Allah, serta batinnya takwa adalah niat dan ikhlas.

Menurut Imam Junaid, haya’ (malu) adalah tingkah yang muncul dari melihat berbagai nikmat dan melihat terhadap lalainya diri.

Menurut Syeikh Dzunnun al Mishri, yang namanya haya’ itu adalah adanya haibah di dalam hati, dan takut terhadap perkara yang sudah dilakukan dulu dari dirinya kepada Allah.

Menurut Abu Yazid al Busthami, bawa mahabbah itu adalah menganggap sedikit terhadap yang banyak yang ada di diri kita, dan menganggap banyak terhadap yang sedikit dari yang dicintai oleh kita.

Menurut Abu ‘Abdillah al Qursyi, bahwa hakikatnya mahabbah adalah memberikan semuanya dari diri kita kepada orang yang dicintai, sehingga tidak ada perkara yang tersisa di diri kita.

Pengertian syukur dan raja’

Yang disebut syukur adalah mengakui nikmat yang telah diberikan oleh yang memberikan nikmat (Allah). Menurut Syeikh Abu ‘Abdillah bin Khafif, yang namanya raja’ adalah merasa bahagia terhadap adanya karunia dari Allah swt. dan sering dikatakan bahwa raja’ itu melihat terhadap luasnya rahmat Allah swt.

Kemudian kita harus hamdi (memuji), artinya memuji Allah dan mengagungkan-Nya.

Apabila kita sudah mengerjakan yang disebutkan diatas, maka itu akan bermanfaat bagi kita dari segala penyakit dan musibah.

Scroll to Top