Dalam hal mendidik anak, Al Qur’an memberikan pedoman, petunjuk juga peringatan akan menjadi apa anak yang kita didik dengan benar sesuai petunjuk Allah atau bertentangan dengan syariat Allah
Empat macam tipe anak:
1. Anak sebagai musuh
QS At Taghabuun 64:14, “Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi MUSUH bagimu maka BERHATI-HATILAH kamu terhadap mereka dan jika kamu MEMAAFKAN dan TIDAK MEMARAHI serta MENGAMPUNI maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
2. Anak sebagai Fitnah/Cobaan
Ali Imran 3:14, “Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
QS Al Anfaal8: 28, “Artinya: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
QS At Taubah : 9: 85, “Artinya: Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.”
QS Al Munafiquun 63:9, “Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”
QS At Taghaabun 64: 15, “Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar
3. Anak sebagai perhiasan dunia
QS Al Kahfi 18:46, “Harta dan anak-anak adalah PERHIASAN KEHIDUPAN DUNIA tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
4. Anak sebagai penyejuk hati
QS Al Furqan 25:74, “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai PENYENANG HATI , dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Kita sesuai sunnatullah hidup berpasang-pasangan, sebagai pendamping atau pasangan ada tipe yang perlu kita ketahui
Tipe Istri
1. Istri sebagai musuh (lihat tipe anak sebagai musuh)
2. Istri sebagai Ujian/Fitnah
QS At Tahriim 66:10, “Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu BERKHIANAT KEPADA SUAMINYA , maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari Allah; dan dikatakan : “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk “.
3. Istri sebagai penyejuk hati (lihat tipe anak sebagai penyejuk hati)
“ Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anaka-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Menurut riwayat Ibn ‘Abbas r.a. tentang ayat pertama di atas apabila dia ditanya oleh seorang lelaki mengenai ayat ini, kata beliau: Mereka (orang-orang Mu’min yang disebut dalam ayat itu) ialah orang-orang yang telah memeluk Islam dari Makkah. Mereka hendak datang mengunjungi Rasulullah s.a.w., tetapi isteri dan anak-anak mereka enggan mengizinkan untuk ditinggal. Orang-orang mu’min yang tidak jadi berangkat mendapati mereka yang telah mendatangi rasulullah menjad pandai dan faham tentang hukum-hukum agama. Oleh karena itu timbul azam dalam hatinya untuk mendera isteri-isteri dan anak-anaknya.
Tetapi nas al-Qur’an lebih luas liputannya dari peristiwa yang kecil ini dan lebih jauh maksudnya. Peringatan dalam ayat ini sama dengan peringatan dalam ayat selanjutnya mengenai ujian harta benda dan anak. Peringatan yang mengingatkan bahwa di antara para isteri dan anak-anak itu ada yang menjadi musuh menunjukkan satu hakikat yang amat mendalam dalam kehidupan manusia. Peringatan itu menyentuh hubungan-hubungan yang amat halus dalam kehidupan.
Isteri dan anak kadang menjadi sebab yang melalaikan seseorang dari mengingat Allah, dan kadang menjadi pendorong ke arah meninggalkan tanggung jawab keimanan. Manusia melakukan tersebut karena biasanya menghindari kesusahan yang mungkin menimpa anak dan isterinya.
Seorang mukmin mungkin mampu menanggung kesusahan dirinya sendiri tetapi dia tidak sanggup melihat anak isterinya menanggung kesusahan. Inilah yang menyebabkannya menjadi bakhil dan pengecut supaya anak-anak dan isterinya aman dan tenang, supaya mereka hidup senang dan cukup dengan harta benda. Anak dan istri menjadi musuhnya karena merekalah yang menjadi batu penghalang, yang menahannya dari kebaikan dan dari merealisasikan kewujudan insaniyahnya yang tinggi. Mereka juga mungkin menghalanginya dalam menunaikan suatu kewajiban dakwah, karena menghindari kesulitan yang akan menimpa anak dan istrinya, atau karana mereka tidak sejalan dengannya, sedangkan dia tidak berdaya untuk berpisah dan membulatkan tekadanya kepada Allah.
Itulah bentuk-bentuk permusuhan yang berlainan derajatnya, dan semuanya berlaku dalam kehidupan seorang Mu’min di setiap masa. “ Sesungguhnya harta kamu dan anak-anak kamu adalah ujian (kepada kamu), dan di sisi Allah disediakan pahala yang amat besar”
Kata-kata fitnah itu mempunyai dua pengertian:
Pertama, Allah akan menguji kamu dengan harta kekayaan dan anak. Oleh karena itu hendaklah kamu berhati-hati dan waspada supaya kamu selamat menempuh ujian tersebut, dan supaya kamu dapat membulatkan keikhlasan dan kebaktian kamu kepada Allah. Kedua, harta kekayaan dan anak merupakan fitnah kepada kamu. Ia membawa kamu kepada kedurhakaan dan maksiat. Oleh itu, berhati-hatilah dari fitnah ini supaya kamu tidak hanyut dalam arusnya dan supaya fitnah itu tidak menjauhkan kamu dari Allah. Kedua pengertinya fitnah tersebut hampir sama.
Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah ibn Buraydah: Rasulullah s.a.w. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang al-Hassan dan al-Hussin r.a. kedua-duanya memakai baju merah. Kedua-duanya berjalan kemudian jatuh, lalu Rasulullah s.a.w. pun turun dari atas mimbar dan mengangkat keduanya dan meletakkan mereka dihadapannya, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak kamu itu merupakan fitnah. Aku melihat dua orang anak-anak ini berjalan dan jatuh, menyebabkan aku hilang sabar lalu memotong ucapanku dan mengangkat keduaduanya.” Hadith ini juga diriwayatkan oleh Ahlil-Sunnah dari hadith Ibn Waqid.
Demikianlah keadaan Rasulullah s.a.w. sendiri dengan dua orang cucunya. Pengaruh anak memang begitu besar sekali. Oleh karena itu manusia perlu diberi peringatan oleh Allah yang telah menciptakan hati mereka dan memberikan perasaan-perasaan itu di dalamnya, supaya manusia dapat mengawal hati mereka dari perasaan yang keterlaluan. Manusia harus menyadari bahwa hubungan mereka yang mesra terhadap anak dan isteri kadang bertindak seperti musuh yang menentang mereka. Oleh sebab itulah Allah menunjukkan ganjaran pahala yang tersimpan di sisi-Nya setelah mengingatkan mereka terhadap fitnah harta dan anak, “Di sisi Allah disediakan pahala yang amat besar.”
“ Oleh itu, bertaqwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu, dan dengarlah serta taatlah; dan infakanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa menjaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Kemudian Al-Qur’an menyeru orang-orang yang beriman supaya bertaqwa dan ta’at mengikuti batas kemampuan dan upaya mereka masing-masing. Dalam ungkapan “menurut kesanggupanmu” kelihatan jelas sifat kelembutan dan belas kasih Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dia mengetahui sejauh mana kemampuan mereka untuk bertaqwa dan menjunjung keta’atan kepada-Nya.
Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Apabila aku menyuruh kamu melakukan sesuatu, maka hendaklah kami laksanakannya menurut kesanggupanmu dan apa yang aku larangkan, hendaklah kamu jauhinya.”
Keta’atan menjunjung perintah Allah tidak mempunyai batas karena itu wajib dilaksanakan mengikut daya upaya seseorang. Tetapi tidak ada uzur dalam perkara larangan karena itu wajib dijauhi sepenuhnya.
Kemudian al-Qur’an menyeru mereka supaya mengeluarkan harta untuk kebajikan, karena sebenarnya mereka mengeluarkan harta untuk diri mereka sendiri. Al-Qur’an menunjukkan bahwa sifat kikir dan bakhil merupakan satu bala yang sentiasa mengancam manusia. Orang yang paling bahagia dan beruntung ialah orang yang terselamatkan dan terpelihara dari kekikirannya, dan ni’mat tersebut merupakan limpahan karunia Allah. Allah akan menerima pinjaman itu dan membalasnya dengan balasan yang jauh lebih baik.
“ Jika kamu memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (ikhlas) niscaya Allah gandakan balasan kepadanya dan mengampuni kamu, dan Allah Maha Mensyukuri dan Maha Penyantun.”
Maha sucilah Allah, alangkah limpah-Nya rahmat kemurahan-Nya, dan alangkah agungnya sifat-sifat-Nya. Dia telah menciptakan manusia kemudian memberikan mereka rezeki, kemudian Dia meminta pinjaman dari mereka dan balasan yang lebih ni’mat dikurniakan kepada mereka, kemudian dia berterima kasih pula kepada mereka dan melayani mereka dengan sabar meski manusia lalai bersyukur kepada-Nya. Alangkah Agungnya Engkau, ya Allah!
Allah mengajar kita dengan sifat-sifat-Nya bagaimana kita harus mengatasi kekurangan dan kelemahan diri kita, dan bagaimana kita harus memandang ke derajat yang lebih tinggi supaya kita melihat Allah dan mencontoh sifat-sifat-Nya, mengikuti kadar kemampuan kita yang kecil dan terbatas ini.
“Maha Mengetahui segala yang ghaib dan segala yang nyata, Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.”
Segala sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan Allah, tunduk kepada kuasa-Nya, diatur dengan bijaksana supaya manusia hidup dengan kesadaran bahawa penglihatan Allah sentiasa memandang mereka, kekuasaan-Nya sentiasa menguasai mereka dan kebijaksanaan-Nya sentiasa mengatur segala sesuatu yang nyata atau yang ghaib.
Dengan tersematnya kefahaman itu dalam hati manusia, cukuplah untuk mendorong manusia bertaqwa kepada Allah,menumpukan keikhlasan kepada-Nya dan menyahuti seruan-Nya.