Pihak peminjam diwajibkan menanggung harga barang yang dipinjamnya, sesuai dengan harga pasaran yang berlaku di hari kerusakan. Kewajiban itu harus dilaksanakan jika semua atau sebagian dari barang yang dipinjamnya mengalami kerusakan sesudah di tangannya, sekalipun karena bencana, tanpa ada unsur kecerobohan atau kelalaian dari pihak peminjam. Ia wajib menggantinya atau menambal kerugiannya walaupun kedua belah pihak mensyaratkan tidak ada tanggungan ganti rugi.
Dikatakan demikian karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lain-lainnya, yaitu: “Barang pinjaman itu harus ditanggung”, yakni harganya menurut pasaran yang berlaku di saat hari kerusakan, bukan hari penerimaan, bagi barang yang ada taksiran harganya, dan diganti dengan barang yang serupa, jika ada, menurut pendapat yang kuat alasannya.
Di dalam kitab AL Anwar ditetapkan, “Yang diwajibkan ialah membayar harganya, sekalipun barang yang serupa dengannya banyak di dapat, misalnya kayu dan batu.”
Syarat yang menjadi ketentuan wajib menanggung
Syarat yang berkaitan dengan kerusakan yang harus ditanggung ialah kerusakan tersebut terjadi bukan karena pemakaian yang semestinya, sekalipun kerusakan terjadi bersamaan dengan penggunaan.
Jika barang pinjaman mengalami kerusakan seluruh atau sebagiannya karena pemakaian yang diizinkan (oleh pemilik), misalnya menunggangi atau membebaninya muatan, atau pemakaian seperti biasanya, maka tidak ada tanggungan atas peminjam terhadap kerusakan itu karena dia telah mendapat izin.
Tidak ada tanggungan pula atas peminjam sesuatu (barang) dari orang yang menyewanya dengan transaksi sewaan yang sahih. Dikatakan tidak ada tanggungan atas dirinya (bila ada kerusakan) karena kedudukan peminjam sama dengan wakil dari penyewa, sedangkan penyewa sendiri tidak terkena beban tanggungan, demikian pula dia (peminjam).
Termasuk ke dalam pengertian “penyewa” yaitu orang yang diwasiati untuk memanfaatkan dan orang yang diwakafi. Demikian pula barang yang dipinjam untuk digadaikan, lalu barang tersebut mengalami kerusakan di tangan penerima gadai, maka penerima gadai tidak dikenakan tanggungan atas kerusakan itu, demikian pula penggadainya.
Contoh lainnya yang menggambarkan tidak ada tanggungan adalah, sebuah kitab diwakafkan untuk kaum muslim, lalu kitab tersebut dipinjam oleh seorang ahli fikih, dan ternyata mengalami kerusakan di tangannya tanpa ada faktor kesengajaan (kesembronoan penggunaan). Dikatakan demikian karena kitab tersebut merupakan bagian dari sejumlah barang wakaf untuk kaum muslim.