Keterangan yang diterima dari sebagian hukama:
“Siapa saja orang yang memegang pendapat akalnya, maka orang tersebut sesat. Artinya siapa saja yang berpatokan (bertumpu) mengandalkan akalnya dalam macam-macam urusannya, sambil tidak berpatokan (bertumpu) kepada Allah swt dalam urusannya orang tersebut, maka orang itu tidak akan mendapatkan petunjuk kepada jalan yang benar.”
Dan siapa saja orang yang merasa cukup dengan hartanya, maka sedikit harta tersebut. artinya siapa saja orang yang merasa cukup dengan hartanya, maka tidak akan mencukupi hartanya ke orang tersebut.
Diterangkan di dalam hadist Nabi saw,”Siapa saja orang yang merasa cukup dengan adanya dzat Allah, maka Allah akan menjadikan kaya orang tersebut. Dan siapa saja orang yang gagah (mulya) dengan makhluk, maka orang tersebut hina. Maksudnya siapa saja orang yang terbukti kekuatannya dengan makhluk, maka orang itu jadi hina.”
Pada zaman sekarang ini, dengan berbagai macam kemajuan teknologi yang sangat luar biasa, banyak sekali pemikiran-pemikiran yang aneh dan di luar kendali. Memang apabila dari teknologi sudah maju, tetapi kalau dilihat dari sisi yang lain, khususnya pemikiran, itu mengalami kemunduran.
Banyak sekali orang-orang di dunia ini yang lebih mengedepankan akalnya dibanding agama, atau dengan kata lain mereka menuhankan akal. Sehingga setiap hal atau perkara harus dimengerti oleh akal, ketika agama mengatakan sesuatu atau menjelaskan suatu hal, tetapi menurut mereka tidak sesuai dengan akal, maka menurutnya salah. Inilah salah satu kemerosotan moral atau kemunduran pemikiran yang terjadi saat ini.
Padahal seharusnya dalam segala hal atau perkara, kita harus bertumpu pada agama Allah atau hukum Allah. Ketika kita sudah bisa bersikap seperti ini, maka kita akan mendapat petunjuk ke jalan yang benar.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar