Disunatkan tahajud secara ijma’, yaitu salat sunat malam sesudah tidur. Allah swt berfirman dalam surat al Isra ayat 79, “Salat tahajudlah kamu pada sebagian malam, sebagai ibadah tambahan bagimu.”
Banyak hadis yang menerangkan keutamaannya. Makruh bagi orang terbiasa tahajud lalu meninggalkannya tanpa darurat. Tidak melewatkan malam untuk salat sesudah tidur (maksudnya, mengerjakan salat tahajud) adalah sunat muakkad, walaupun hanya 2 rakaat, mengingat fadhilah salat itu besar sekali.
Tidak ada batas mengenai ketentuan jumlah rakaatnya. Menurut suatu kaul batasnya adalah 12 rakaat. Sunat memperbanyak doa pada malam itu, dan istighfar pada pertengahan malam yang akhir lebih muakkad, namun yang paling afdhal ketika waktu sahur, berdasarkan sirman Allah sawt dalam surat Adz Dzaariyaat ayat 18, “Pada waktu sahur mereka memohon ampunan.” Sunat membangunkan orang yang bermaksud melaksanakan salat tahajud.
Sunat mengqadha salat sunat yang berwaktu misalnya salat Id, rawatib, dan dhuha. Tidak disunatkan meng qadha salat yang bersebab, misalnya salat gerhana, tahiyyatul masjid, dan sunat wudhu.
Barang siapa yang meninggalkan wirid setelah salat sunat mutlak, disunatkan mengqadhanya. Begitu juga mengqadha wirid selain salat. Tidak ada ketentuan bagi salat sunat mutlak, namun boleh mempersingkat 1 rakaat dengan sekali tasyahud dan satu salam, tidak makruh.
Bila berniat lebih dari satu rakaat, ia harus tasyahud setiap dua rakaat, tiga rakaat, dan empat rakaat, atau lebih dari itu. Jika berniat bilangan tertentu, ia boleh menambah atau mengurangi; yang demikian itu harus diniatkan sebelumnya. Kalau tidak diniatkan sebelumnya, maka salatnya batal.
Apabila berniat dua rakaat, lalu berdiri ke rakaat ketiga karena lupa, kemudian teringat (bahwa hanya berniat 2 rakaat), maka ia wajib duduk. Apabila ia bermaksud menambah 2 rakaat, lalu berdiri lagi, kemudian sujud sahwi pada akhir salatnya. Jika tidak bermaksud menambah rakaat, duduk saja, tasyahud dan sujud sahwi, lantas salam.