Bentuk-bentuk shalat berjamaah

Shalat berjamaah itu ada beberapa bentuk atau bagian, artinya ada shalat berjamaah yang sah dan ada yang tidak sah.

Bentuk berjamaah yang sah, diantaranya ialah:

Laki-laki berma’mum kepada laki-laki

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Turmudzi: dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Pada suatu malam saya shalat bersama Rasulullah, saya berdiri di sebelah kirinya. kemudian Rasulullah memegang kepala saya dari belakang dan beliau menjadikan saya ada di sebelah kanannya.”

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim: dari Siti Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya saya memerintahkan shalat, dan saya memerintahkan seorang sahabat agar shalat bersama yang lain.”

Wanita berma’mum kepada laki-laki

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Turmudzi:

dari Anas bin Malik: Sesungguhnya nenek yang bernama Mukaika mengundang Rasulullah untuk mencicipi makanan yang ia buat, setelah makan Rasulullah berkata, “Bangkitlah kamu! Mari kita shalat bersama-sama.” Anas berkata, “Saya berdiri menuju tikasr yang sudah lusuh karena sudah lama dipakai, saya mencuci tikar itu dengan air. Kemudian Rasulullah berdiri di atas tikar itu, saya bersama anak yatim berdiri di belakang beliau, dan ibunya berdiri di belakang kami. Kemudian Rasulullah shalat dua rakaat dan selanjutnya beliau pulang.”

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim: Dari Anas, ia berkata bahwa Nabi Muhammad shalat di rumah Ummi Sulaim, saya bersama anam yatim berdiri di belakangnya dan Ummi Sulaim di belakang kami.

Shalat Berjamaah

Waria berma’mum kepada laki-laki

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Baihaqi: Dari Ibnu Malik Al Asy’ary, ia berkata bahwa menghampiri kepada Rasulullah dalam shalatnya laki-laki, anak-anak kemudian perempuan. Dalam kitab tahkik seperti kitab tanbih kemudian waria dan perempuan.

Wanita berma’mum kepada waria

Sesungguhnya Siti Aisyah dan Ummu Salamah sering menjadi imam bagi wanita-wanita, mereka berdiri di tengah wanita-wanita itu. Bila waria yang menjadi imam, maka dia yang berdiri di depan wanita-wanita itu. (HR Baihaqi)

Wanita berma’mum kepada wanita

Dari Ummu Waroqoh, sesungguhnya Rasulullah berkunjung ke rumahnya, Nabi mengangkat seorang muazin supaya adzan di rumah itu, kemudian Nabi menjadi imam bagi keluarganya. (HR Abu Dawud)

Berjamaah yang tidak sah, diantaranya ialah:

Laki-laki berma’mum kepada wanita

Hal ini berdasarkan firman Allah, “Kaum laki-laki adalah pimpinan bagi kaum wanita.”

Hadits riwayat Ibnu Majah, “Ingatlah, jangan sekali-kali seorang wanita menjadi imam (pimpinan) bagi laki-laki.”

Hadits riwayat Bukhari, “Suatu kaum tidak akan mendapatkan kebahagiaan apabila menyerahkan urusannya kepada seorang wanita.”

Laki-laki berma’mum kepada waria

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah, “Jangan sekali-kali seorang wanita menjadi imam bagi laki-laki.”

Waria berma’mum kepada wanita

Bentuk yang ketiga ini juga berdasarkan hadits di atas, karena makna hadits ini adalah jangan sekali-kali seorang wanita walaupun belum jelas kewanitaannya, menjadi imam bagi laki-laki walaupun belum jelas kelelakiannya, dengan demikian maka hadits ini dapat dijadikan dalil tidak sah nya berma’mum waria kepada wanita.

Waria berma’mum kepada waria

Tidak sah berma’mum waria kepada waria, ketetapan ini merupakan mafhun dari hadits Ibnu Majah bahwa orang yang belum jelas jenis kelaminnya tidak boleh berma’mum kepada orang yang sejenis.

 

Related Posts