Inilah Perbuatan atau Perkara Sunnah dan Makruh Ketika Adzan dan Iqamah

Azan dan iqamah merupakan perbuatan yang mulia, dan intinya adalah pemberitahuan tentang sudah tibanya waktu shalat dan ajakan untuk melakukan shalat. Ada beberapa hal yang disunatkan dalam azan dan iqamah. Dan beberapa diantaranya akan dijelaskan di bawah ini

Sunat 1 kali azan saja untuk beberapa salat fardhu yang dikerjakan secara terus menerus, misalnya beberapa kali shalat qadha, dua shalat yang di jama’, shalat qadha dan shalat ada’ yang sudah masuk waktu shalat ada’ sebelum azan. Untuk masing-masing shalat disunatkan iqamah, karena ittiba’ kepada Nabi saw. Beliau pernah menjama’ shalat maghrib dan Isya di Madinah dengan sekali azan dan dua kali iqamah.

Wanita disunatkan iqamah secara perlahan-lahan, demikian pula banci (untuk dirinya atau untuk para wanita, namun tidak sunat untuk kaum laki-laki dan banci lagi). Apabila wanita azan untuk kaum wanita, hendaknya dengan suara perlahan-lahan (sekira terdengar oleh mereka). Hal ini tidak makruh. Namun sebaliknya, kalau dengan suara yang keras, hukumnya haram.

Sunat menyerukan berjamaah dalam shalat sunat, misalnya shalat ‘Id, tarawih, witir pada bulan ramadhan yang dipisahkan dari tarawih, shalat kusuf, dengan ucapan Ash-shalaatu jaamii’ah atau ash-shalaata jaami’aah (mari kita shalat berjamaah). Lafaz ash-shalaata di-nashab-kan sebagai kalimat ighra’, dan boleh di-rafa-kan sebagai mubtada’. Adapun lafaz jaami’an bisa di-nashab-kan sebagai hal dan bisa juga di-rafa-kan sebagai khabar mubtada’. Boleh juga dengan ucapan Ash-shalaat! Ash-shalaat! (mari shalat!) atau Halummu ilash-shalaati (mari tunaikan shalat).

Makruh dengan ucapan Hayya ‘alash-shalaah. Disunatkan memanggil atau menyerukan itu apabila sudah masuk waktu dan akan shalat, sebagai pengganti azan dan iqamah.

Untuk shalat sunat yang tidak disunatkan berjamaah, shalat yang dikerjakan munfarid, shalat sunat yang di nadzarkan, dan shalat jenazah, tidak disunatkan memakai panggilan.

Azan dan iqamah disyaratkan harus tertib, sebagaimana yang telah diketahui, karena ittiba’ kepada Nabi saw. Apabila tidak tertib, misalnya karena lupa, tidak sah, dan harus memulainya lagi sebagaimana susunan dari azan dan iqamah itu. Jika sebagiannya tertinggal, harus diulangi lagi begitu juga lafaz yang sesudahnya.

Kalimat-kalimatnya diucapkan secara terus menerus. Memang demikian, tetapi tidak mengapa bila terpisah oleh sepatah atau dua patah kata dan diam sesaat walaupun dengan sengaja.

 

Related Posts