Sesunguhnya pemberian nafkah itu diwajibkan pada setiap waktu fajar dari hari ke hari, jika menurut tradisi (kebiasaan) si istri tidak ikut makan bersama si suami, tetapi dengan kerelaan dari pihak istri yang sudah mencapai usia rasyidah (dewasa).
Seandainya si istri ikut makan bersama suami, sedangkan yang dimakannya itu kurang dari apa yang mencukupi, menurut pendapat yang kuat alasannya, pihak istri wajib menuntut nafkah secukupnya.
Pihak istri dapat dibenarkan pengakuannya tentang kadar makanan yang telah dikonsumsinya.
Suami memaksa istrinya untuk makan bersama
Seandainya pihak suami memaksa pihak istri untuk makan bersamanya tanpa kerelaan, atau istri yang belum rasyidah ikut makan dengan suami tanpa seizin walinya, maka hal tersebut tidak menggugurkan kewajiban bafkah pihak suami terhadapnya. Dalam keadaan seperti ini pihak suami dianggap sebagai orang yang berderma. Untuk itu, pihak suami tidak dapat menuntut ganti rugi dari apa yang telah dimakan oleh istrinya. Berbeda dengan pendapat Al Bulqini.
Seandainya pihak istri mengakui bahwa pihak suami berderma, sedangkan pihak suami mengakui bahwa dia menunaikan kewajiban nafkahnya, maka yang dibenarkan adalah pihak suami melalui sumpahnya.
Istri seseorang dijamu oleh seorang lelaki
Di dalam kitab syarah Al Minhaj disebutkan bahwa seandainya ada seorang lelaki menjamu seorang wanita karena menghormati suaminya, maka gugurlah hak nafkah si istri (dari suaminya selama ia dijamu).
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani