Kata nafaqah berasal dari infaaq, artinya membiayai. Dengan demikian kata nafaqah berarti biaya. Yang dimaksud ialah menyangkut biaya penghidupan.
Diwajibkan memberikan sejumlah mud (makanan pokok) beserta hal-hal lain yang berkaitan dengannyan kepada istri, sekalipun si istri adalah seorang budak wanita (atau merdeka) dan dalam keadaan sakit (atau sehat). Akan tetapi, dengan syarat hendaknya si istri telah menyerahkan diri kepada suaminya untuk menikmati dirinya dalam senggama.
Istri harus menuruti kehendak suaminya
Hendaknya si istri menuruti kehendak suaminya jika si suami memindahkannya ke suatu tempat yang disukai olehnya, jika jalan dan tempat tujuannya aman, sekalipun harus memakai jalan laut bila keselamatan perjalanannya dapat dijamin.
Suami belum wajib memberi nafkah hingga si istri betul-betul menyerahkan dirinya
Nafkah masih belum diwajibkan hanya karena telah mengadakan akad nikah. Lain halnya menurut qaul qadim (ijtihad Imam Syafii selama di Baghdad) yang berpendapat berbeda. Sesungguhnya nafkah itu baru diwajibkan setelah si istri menyerahkan dirinya secara bulat-bulat kepada suaminya, hari demi hari.
Sumpah suami atau istri yang dapat dibenarkan
Pihak suami dapat dibenarkan melalui sumpahnya untuk menyangkal bahwa dia pernah menyetubuhi istrinya secara tamkin (penyerahan diri secara bulat-bulat dari pihak istri).
Dan pihak istri dapat dibenarkan melalui sumpahnya bahwa dia tidak pernah nusyuz (membangkang) dan tidak pernah menerima nafkah dari suaminya.
Apabila seorang istri menyerahkan dirinya kepada suami yang dengan penyerahan itu si suami dapat bersenang-senang dengannya sekalipun tidak secara penuh, maka si istri wajib dinafkahi, walaupun si suami masih belum balig dan belum dapat melakukan persetubuhan secara penuh, karena pada prinsipnya dari pihak istri tidak ada tolakan.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani