Tabib ahli berhak mendapatkan upah
Sendainya seorang tabib yang ahli, yakni yang terapi atau pengobatannya jarang meleset, disyaratkan suatu upah dan diberi biaya obatnya, lalu dia mengobati pasiennya dengan obat tersebut, tetapi pasien masih belum sembuh juga, maka dia tetap memperoleh upah yang disebutkan. Tetapi dengaan syarat akad sewanya sah. Jika tidak sah, maka yang berhak diperolehnya hanyalah upah pasaran saja.
Pasien tidak berhak mengambil kembali upah yang telah dibayarkan kepada tabib ahli
Orang yang sakit (pasien) tidak ada hak untuk meminta kembali sesuatu dari upah yang telah dibayarnya kepada tabib karena jasa yang disewanya ialah pengobatan, bukan penyembuhan. Bahkan jika disyaratkan adanya penyembuhan, maka batallah transaksi sewa, karena kesembuhan terletak di tangan kekuasaan Allah swt semata.
Pasien berhak meminta kembali upah kepada tabib yang bukan ahli
Selain tabib yang mahir, seorang tabib tidak berhak mendapatkan suatu upah pun, dan pasien berhak meminta kembali biaya pengobatan apabila tabib berbuat sembrono melakukan suatu pekerjaan yang bukan ahlinya.
Seandainya keduanya, yakni antara orang yang menyewakan dan orang yang disewa, berselisih mengenai upah atau waktu atau daya tempuh (hewan kendaraan yang disewa), apakah sepuluh farsakh atau lima farsakh; atau berselisih tentang batasan rumah yang disewanya, apakah seluruhnya atau suatu kamarnya saja, maka kedua belah pihak disumpah, kemudian transaksi tersebut fasakh (batal), dan muktari (penyewa) dibebankan untuk membayar uang sewa menurut pasaran sebagai imbalan dari manfaat yang diperolehnya.