Qiradh adalah transaksi atas sejumlah harta yang diserahkan oleh seseorang kepada orang lain untuk dipakai sebagai modal usaha dengan ketentuan keuntungannya dibagi rata di antara keduanya. Qiradh ini dianggap sah apabila menyangkut mata uang murni (yang sah) yang di cetak.
Akan tetapi, tidak sah menyangkut selain mata uang karena qiradh merupakan suatu transaksi yang kurang jelas, mengingat tidak terbatasnya aktivitas (usaha) dan belum dipastikan akan membawa keuntungan. Sesungguhnya transaksi qiradh ini diperbolehkan hanya semata-mata karena diperlukan. Untuk itu, dikhususkan menyangkut hal-hal yang kebanyakan berlaku, yaitu memakai uang yang dicetak secara resmi.
Tetapi diperolehkan melakukan transaksi qiradh dengan mata uang (emas dan perak) sekalipun peredaranya telah ditarik oleh sultan, sebagai mta uang yang sah.
Suatu barang, sekalipun berupa mata uang logam lainnya, tidak termasuk ke dalam pengertian mata uang. Dikecualikan pula dari istilah mata uang yang murni (sah) yaitu mata uang palsu, sekalipun kadar kepalsuannya telah diketahui; atau mata uang yang dicampur dengan logam lain dan dapat dipakai sebagai alat pembayaran. Dikecualikan dari pengertian mata uang yang dicetak, yaitu emas atau perak batangan yang belum dicetak untuk menjadi mata uang dna perhiasan. Maka jenis-jenis tersebut tidak sah dipakai sebagai alat pembayaran.
Menurut suatu pendapat, boleh melakukan qiradh dengan memakai mata uang (emas dan perak) yan dicampur dengan logam lain jika campurannya menyatu. Demikian yang ditetapkan oleh AL Jurjani. Menurut pendapat lain, hal itu diperbolehkan jika memang laku. Pendapat ini dipilih oleh As-Subuki dan yang lainnya
Menurut pendapat ketiga di dalam kitab Zawaidur Raudhah, transaksi qiradh diperbolehkan pada setiap barang yang mempunyai standar.