Karena itu, dimakruhkan shalat memakai pakaian yang bergaris-garis (bergambar), menghadap pakaian tersebut, atau shalat di atas barang (tempat shalat, sajadah) yang demikian, karena hal itu dapat mengganggu kekhusyukan shalat. Sebagaimana Siti Aisyah r.a. menceritakan sebuah hadis Nabi saw, “Bahwa Nabi saw pernah shalat di atas pakaian hitam yang bergaris-garis. Setelah shalat, beliau bersabda, ‘Pakaian ini membimbangkan hatiku, buanglah ke Abu Jaham!’”
Makruh meludah ketika shalat, demikian pula meludah ke depan di luar shalat, walaupun orang yang meludah di luar shalat itu tidak menghadap kiblat, sebagaimana yang dimutlakkan oleh Imam Nawawi.
Makruh meludah ke sebelah kanan, tetapi tidak mkaruh ke sebelah kiri (sekalipun ketika shalat), berdasarkan hadis riwayat Syaikhan, “Apabila seseorang di antara kamu shalat, sesungguhnya ia sedang munajat kepada Rabb-nya Azza wa Jalla. Maka janganlah meludah ke bagian depan dan kanannya, melainkan (diperbolehkan) ke kiri, ke bawah telapak kakinya yang kiri, atau pada pakaiannya yang sebelah kiri. Itu lebih baik”
Agar lebih menghormati malaikat yang sebelah kanan daripada yang kiri, demi menyatakan kemuliaan yang kanan. Apabila ada orang di sebelah kirinya, maka boleh meludah ke sebelah kanannya. Apabila tidak mungkin, tundukkanlah kepala dan jangan meludah ke sebelah kanan maupun kiri (melainkan ke telapak tangannya atau ke sapu tangannya).
Nyatalah haram meludah di masjid, kalau bentuknya tetap (tidak lekas hancur atau lama mengeringnya). Sebaiknya, tidak haram kalau langsung hancur, misalnya dalam air bekas berkumur, sebagiannya memercik ke sebagian masjid, bukan sekedar udaranya. Adapun orang yang beranggapan bahwa haram meludah di masjid sekalipun hanya uapnya, sedangkan ludahnya sedikit pun tidak jatuh, pendapat itu jauh menyimpang dan tidak bisa dijadikan pegangan.