Berjamaah dapat diperoleh dengan mendapat rukuk yang diperhitungkan untuk imam (yaitu imamnya suci dan bukan rukuk pada rakaat kedua salat kusuf), walaupun hanya sedikit (sebentar) makmum mendapatinya, ia tidak bertakbir kecuali ia sedang rukuk. Selain rukuk, mislanya mendapatkan imam i’tidal, dengan rukuk yang diperhitungkan atau rukuk yang tidak diperhitungkan, misalnya rukuk (imam) yang berhadas, kecuali orang (imam) yang sedang rukuk tambahan (maka bermakmum kepada yang tersebut ini, tidak mendapatkan satu rakaat).
Berlaku bagi Syeikh Zarkasyi dalam qawaidnya dan yang ditulis oleh Al Allamah Abu Su’ud Ibnu Zhuhairah dalam hasyiyah minhaj, dinyatakan bahwa (untuk mendapatkan rakaat) disyaratkan ada imam yang ahli untuk mempertanggungjawabkan (bacaan makmum). Kalau imam itu anak-anak, lalu bermakmum (ketika imam yang anak-anak itu rukuk), maka tidak mendapatkan rakaat, karena ia bukan ahlinya untuk mempertanggungjawabkan bacaan makmum.
Rukuk (makmum) yang sempurna, adalah dengan tuma’ninah sebelum imam mengangkat kepalanya dari batas minimal rukuk, yaitu kedua telapak tangannya menyentuh kedua lututnya dengan keyakinan.
Kalau dalam rukuknya tidak sempat tuma’ninah sebelum imam mengangkat kepalanya dari rukuk, atau ia meragukan tuma’ninahnya, maka tidak dianggap mendapatkan satu rakaat.
Orang yang merasa ragu tadi harus mengerjakan sujud sahwi, sebab dia meragukan bilangan rakaatnya setelah imam bersalam, maka imam tidak mempertanggungjawabkannya. Imam Asnawi telah membahas masalah wajib rukuk (menyusul imamnya yang sedang rukuk) bagi yang mendapatkan rakaat tatkala masih berada dalam waktu salat. Kalau sudah habis waktunya, tentu tidak mendapatkannya.